Investor Liberty tersebut adalah Kwik Kian Gie dan Junaidi Joesoef --bos besar perusahaan farmasi PT Konimex. Nama besar lain yang tergabung di situ adalah Bondan Winarno.
Dalam hati saya menderita. Sebagai pemimpin baru di Jawa Pos saya hanya bisa menyuruh kerja keras. Tanpa bisa menyejahterakan karyawan. Saya memang pilih tumbuh apa adanya tapi secara pasti.
Pemilik lama Liberty adalah Goh Tjing Hok. Kejayaan majalahnya rupanya berakhir. Ia undang Kwik masuk ke Liberty.
Sebelum itu Goh berselisih dengan Pemrednya, Basuki Sujatmiko --Tionghoa yang sudah ganti nama.
Saat kehilangan pekerjaan itu Basuki menemui saya. Ingin bekerja di Jawa Pos. Saya terima. Saya ingin punya pengasuh rubrik Hongsui --untuk menarik minat pembaca Tionghoa.
Dua tahun kemudian Liberty mengalami kesulitan. Investasi besar ternyata tidak menjamin sukses. Goh Tjing Hok menemui saya: menyerahkan Liberty-nya. Kwik dan Junaidi Joesoef sudah tidak mau lagi meneruskan investasinya.
Tentu saya tidak tahu internal Liberty. Yang tahu adalah Basuki yang dalam keadaan bertengkar dengan Goh Tjing Hok. Itu berarti saya harus merukunkan Goh Tjing Hok dan Basuki. Ternyata mereka bisa rukun kembali. Basuki pun saya tugaskan memimpin kembali Liberty --sampai ia meninggal dunia.
Berarti Kwik pernah tertarik bisnis media. Atau Junaidi yang merayunya untuk ikut menangani Liberty. Yang jelas Kwik adalah penulis yang andal. Tulisannya tajam. Apalagi kalau lagi menguliti konglomerat. Ia sampai menciptakan istilah yang kemudian sangat populer: konglomerat hitam.