Di Surabaya, Kwik mencari orang yang mau diajak mendirikan SMA. Berdirilah SMA Erlangga di Kaliasin. Di salah satu jalan bernama awal 'Embong' --beberapa jalan di situ berawalan ”Embong” --seperti Embong Sawo dan Embing Kenongo. Embong sendiri berarti ”Jalan” dalam bahasa Surabaya.
Kwik langsung masuk kelas tiga di sekolah baru itu. Ia juga jadi pengurus inti di sekolah. Maka di samping sebagai siswa, Kwik tiap bulan memikirkan gaji guru-guru di SMA itu.
Lulus SMA Pak Kwik masuk Universitas Indonesia. Awalnya ingin masuk fakultas hukum. Alasannya: agar bisa ikut mengatur negara.
Berdasarkan tujuan Kwik itulah kakaknya yang di Belanda minta Kwik mengambil jurusan ekonomi. "Mengatur negara itu lebih berhasil bila lewat ekonomi," kata sang kakak seperti ditirukan Kwik untuk saya.
Baru tiga bulan di UI, kakaknya sakit. Kwik harus berangkat ke Belanda. Ia tunggui kakaknya yang sakit. Sampai akhirnya meninggal. Kwik pun menempati rumah kakak itu. Kuliah di Belanda. Di Rotterdam.
Di kampus itu Kwik kecantol gadis di bagian administrasi. Pacaran. Kawin.
Sang istri dibawa pulang ke Indonesia. Jadi WNI. Saat Kwik mendapat tugas sebagai kepala kantor dagang Indonesia di Belanda istri tidak bisa ikut --tidak dapat visa.
Sembilan bulan kemudian visa baru keluar. Sang istri menyusul ke Belanda dengan marah. Begitu mendarat di bandara dia tidak langsung menemui Kwik. Dia ke kantor pemerintah Belanda dulu. Dia tumpahkan kemarahan di situ. Dia gebrak meja.