Cahaya Adharta
----
Senyum Kelvin seolah hidup, tapi tak lagi bisa disentuh.
Suatu hari, ibunyi menelepon dari Jakarta.
”Maria, datanglah ke sini sebentar. Bawa Sandy. Udara di sini hangat, mungkin bisa menyembuhkanmu.”
Maria diam lama, menatap langit Beijing yang kelabu.
Akhirnya, ia mengemas beberapa pakaian dan terbang bersama Sandy menuju Indonesia.
Jakarta menyambut mereka dengan cahaya matahari yang lembut dan aroma hujan di sore hari.
Maria tinggal di rumah orang tuanyi di Menteng.
Setiap pagi ia berjalan bersama Sandy ke taman kecil, mendengarkan suara anak-anak tertawa, sesuatu yang sudah lama tak ia rasakan.
Hari-hari di Jakarta terasa asing tapi perlahan menenangkan. Maria mulai belajar bahasa Indonesia dari tetangga dan sopir rumah.
Dalam waktu tiga bulan, ia sudah bisa berbicara dengan lancar dengan logat lembut dan intonasi yang membuat orang jatuh hati.
Hingga suatu hari, kabar datang dari Beijing:
Perusahaan tempatnyi bekerja ingin membuka kantor perwakilan di Indonesia, dan mereka menginginkan Maria memimpin proyek itu.
Maria terdiam. Ada perasaan yang campur aduk: rindu, takut, tapi juga panggilan hati yang kuat.
Mungkin ini cara Kelvin memintanya untuk bangkit.
Sebuah kebangkitan dari luka.