Sektor Manufaktur Tetap Tangguh, Produksi dan Pesanan Meningkat

Kinerja industri manufaktur Indonesia tetap menunjukkan ketangguhan di tengah dinamika global dan domestik yang sedang berkembang, karena didukung oleh sejumlah kebijakan yang membawa dampak positif terhadap peningkatan aktivitas produksi.--

KORANOKUTIMURPOS.ID -Kinerja industri manufaktur Indonesia tetap menunjukkan ketangguhan di tengah dinamika global dan domestik yang sedang berkembang, karena didukung oleh sejumlah kebijakan yang membawa dampak positif terhadap peningkatan aktivitas produksi. Hal ini tercemin pada hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan September 2025 yang mencapai 53,02 atau masih berada dalam zona ekspansi.

Meskipun mengalami perlambatan tipis sebesar 0,53 poin dibandingkan Agustus 2025 yang berada di angka 53,55, namun capaian IKI September 2025 lebih tinggi 0,54 poin dibandingkan IKI September 2024 sebesar 52,48.

“Dari seluruh sektor yang kami analisis, yakni 23 subsektor industri, bahwa pada bulan Agustus lalu untuk indeks variabel produksi sebagian besar subsektor industri mengalami kontraksi, dengan rincian 19 subsektor yang kontraksi dan 4 subsektor yang ekspansi,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Selasa (30/9).

Jubir Kemenperin mengemukakan, pada September 2025, untuk variabel produksi mengalami kenaikan signfikan. Terdapat 12 subsektor industri yang mengalami ekspansi, sedangkan yang kontraksi hanya 11 subsektor yang berada di posisi kontraksi. “Ini artinya, aktivitas produksi meningkat, karena juga adanya demand yang tinggi. Produksi yang membaik ini juga didukung karena faktor ketersediaan bahan baku dan teknologi,” tuturnya.

BACA JUGA:Pastikan MotoGp Mandalika Jadi Bagian National Branding Sport Tourism Indonesia

Ada delapan subsektor industri yang mengalami kenaikan status produksi dari kontraksi bulan Agustus 2025 menjadi ekspansif pada bulan September 2025. Kedelapan subsektor tersebut, yaitu industri pengolahan tembakau, industri, kulit, barang dari kulit dan alas kaki, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur), serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia.

Selanjutnya, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional, industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer, industri alat angkutan lainnya, serta industri furnitur. Kenaikan status produksi pada delapan subsektor tersebut disebabkan faktor seasonal industrinya, meningkatnya permintaan dan berkurangnya persediaan sehingga delapan subsektor itu mengalami kenaikan level produksi dari kontraksi ke ekspansif.

Febri pun menjelaskan, perlambatan IKI ikut dipengaruhi oleh turunnya indeks variabel pesanan dan persediaan produk, meskipun masih dalam zona ekspansi. Variabel pesanan berada di level 53,79, didorong oleh permintaan domestik yang relatif stabil, meskipun turun 3,59 poin dibanding bulan Agustus 2025 sebesar 57,38.

Sedangkan variabel persediaan produk turun 1,18 poin menjadi 55,86 pada bulan September 2025, masih berada pada zona ekspansi mencerminkan terserapnya stok dengan meningkatnya pesanan. Sementara itu, meskipun mengalami peningkatan sebesar 5,01 poin, namun produksi masih dalam zona kontraksi yaitu 49,85.

“Kontraksi pada variabel produksi sudah berlangsung selama empat bulan terakhir. Namun perbaikan signifikan pada bulan September memberi sinyal awal pemulihan. Hal ini menunjukkan pelaku usaha mulai meningkatkan aktivitas, meski dengan langkah hati-hati karena ketidakpastian permintaan,” jelas Febri.

BACA JUGA:Visi Misi Tak Sejalan, Bedu dan Istri Sepakat Berpisah

Pada IKI September 2025, sebanyak 21 subsektor industri yang mengalami ekspansi memiliki kontribusi sebesar 97,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Industri Pengolahan Nonmigas triwulan II 2025. Terdapat dua subsektor dengan nilai IKI tertinggi adalah industri pencetakan dan reproduksi media rekaman (KBLI 18) serta industri minuman (KBLI 11), didorong oleh kebijakan pemerintah yang menambah optimisme para pelaku usaha.

Sementara itu, dua subsektor yang mengalami kontraksi adalah industri komputer, barang elektronik dan optik (KBLI 26) serta jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan (KBLI 33). Kontraksi pada industri komputer, barang elektronik dan optik disebabkan oleh lemahnya pasar domestik maupun ekspor akibat ketergantungan terhadap barang impor, permintaan yang turun diperburuk dengan banjir produk impor murah terutama dari China.

Sementara untuk subsektor jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan dipengaruhi oleh penurunan pesanan domestik dari sektor otomotif dan manufaktur umum. Subsektor ini sangat bergantung pada industri utamanya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan