Tradisi Antak Sungsung Komering, Prosesi Adat Pernikahan Kaya Akan Simbol Nilai Leluhur

TRADISI ANTAK SUNGSUNG - Ribuan pasang mata menyaksikan arak-arakan pengantin pria yang megah dan sakral, Tradisi Antak Sungsung atau arak-arakan menjadi ajang silaturahmi besar dan simbol penghormatan terhadap adat istiadat Komering.--

MARTAPURA - Tradisi Antak Sungsung atau arak-arakan dalam adat Komering merupakan salah satu prosesi adat pernikahan yang masih lestari dan kaya akan simbol serta nilai luhur.

Tradisi ini bukan sekadar perayaan, tetapi juga bentuk penghormatan kepada leluhur, simbol silaturahmi akbar, dan media edukasi budaya kepada generasi muda.

Ketua Umum Jaringan Masyarakat Adat Komering (JAMAK) Indonesia, H Leo Budi Rachmadi SE, yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Pembina Adat Kabupaten OKU Timur, menjelaskan secara detail rangkaian serta makna filosofis dari tradisi ini.

Rangkaian prosesi dimulai dari persiapan keluarga besar mempelai laki-laki. Dalam barisan ini, hadir tokoh adat, para bujang gadis (muli meranai), perwira marga, pendekar pencak silat Komering, serta penari Tigol.

"Para peserta umumnya mengenakan pakaian adat berwarna serba putih lengkap dengan tutup kepala, sebagai simbol kesucian," katanya, Rabu (04/06/2025).

Arak-arakan berjalan diawali dengan dua pendekar pencak silat dan dua tokoh adat sebagai penari Tigol dari pihak mempelai laki-laki. Mereka diikuti oleh dua pasang muli meranai yang membawa tepak berisi kapur, sirih, gimbar, rokok kretek, serta alat penguton.

BACA JUGA:Sufmi Dasco Ahmad dan Ikatan Emosional dengan Desa Menanga Besar

"Lalu sang pengantin laki-laki dinaikkan ke atas jempana (tandu adat) yang ditutupi kain putih membentang disebut Awan Lapah, dikawal dua gadis kecil yang terus mengipasinya. Di belakangnya, turut serta keluarga besar, tokoh masyarakat, alim ulama, dan pejabat desa," ujarnya.

Barisan ini dipagari oleh bentangan Kain Putih membentuk huruf U, dikenal sebagai Kandang Ralang, yang dijaga oleh para bujang dan laki-laki muda berjumlah 9 hingga 18 orang.

Di luar pagar suci ini, barisan dijaga ketat oleh para Perwira Marga yang bersenjata lengkap seperti pedang, tombak, trisula, bahkan senjata api tradisional seperti kecepek.

"Ketika arak-arakan mencapai kediaman mempelai perempuan, rombongan dihadang oleh pendekar berpakaian hitam. Di sinilah terjadi simbolisasi pertarungan antara kedua pendekar sebagai lambang perjuangan dan pengorbanan dalam mempersunting gadis Komering," tuturnya.

Setelah pertarungan dimenangkan oleh pendekar dari pihak mempelai laki-laki, dilanjutkan dengan negosiasi adat antara tokoh adat kedua pihak. Jika kesepakatan tercapai, maka dilanjutkan dengan Tari Kebayan, yakni tari pelepasan oleh saudara perempuan dan teman-teman pengantin wanita dalam formasi huruf U.

"Pengantin perempuan kemudian dinaikkan ke jempana dan bersama-sama memasuki Kandang Ralang, melanjutkan arak-arakan menuju tempat resepsi. Di tengah perjalanan, rombongan dihentikan dua hingga tiga kali untuk menyaksikan atraksi pencak silat dan Tari Tigol," jelasnya.

Menjelang memasuki area resepsi, kedua pengantin berjalan di atas Titian Agung, yaitu tikar adat berlapis kain putih dalam jumlah ganjil (3, 5, 7, atau 9 lembar). Di atasnya ditabur beras kuning dan uang logam oleh para bibi dan kakak perempuan orang tua pengantin.

"Setibanya di pelaminan, digelar Tari Milogh sebagai tari penyambutan. Penarinya adalah adik kandung perempuan serta sepupu dari pihak ayah mempelai laki-laki (Syah Wali). Ini melambangkan kebahagiaan dan serah terima tanggung jawab rumah tangga kepada pengantin wanita," bebernya.

H Leo Budi Rachmadi menggarisbawahi bahwa Antak Sungsung bukan hanya sekadar upacara seremonial. Arak-arakan ini merupakan bentuk silaturahmi akbar, ajang publikasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas bahwa pesta pernikahan sedang berlangsung.

Ia juga menekankan pentingnya gotong royong dalam pelaksanaan arak-arakan, di mana para cucung laki-laki dari anak perempuan bekerja keras dengan tulus. Mereka bahkan memberikan punggungnya sebagai tempat berpijak para paman (kelama) yang menarikan Tari Tigol.

"Tradisi ini juga menegaskan bahwa untuk menyunting gadis Komering bukanlah perkara mudah simbol perjuangan dan harga diri keluarga terwakili dalam pertarungan adat tersebut," ucapnya.

Warna putih yang dominan dalam simbol adat seperti Kandang Ralang, Awan Lapah, dan Titian Agung menunjukkan kesucian kedua mempelai.

"Sementara Tari Milogh yang dilakukan sebelum naik pelaminan menunjukkan simbol kegembiraan keluarga. Serta proses penyerahan tanggung jawab rumah tangga secara adat," katanya.

Di akhir rangkaian resepsi, dilakukan prosesi penting lainnya yakni pengumuman pemberian nama adat atau Adok/Jajuluk/Gelaran kepada kedua pengantin.

"Ini menjadi simbol bahwa mereka telah diakui secara adat sebagai bagian dari masyarakat Komering dengan identitas budaya yang baru," ungkapnya.

Tradisi Antak Sungsung menjadi salah satu warisan budaya Komering yang tidak hanya memperkuat ikatan sosial dan kekeluargaan.

"Namun juga sarat dengan nilai kesetiaan, tanggung jawab, penghormatan kepada leluhur, dan penghargaan terhadap perempuan," pungkasnya.

Tradisi ini bukan sekadar budaya, tetapi warisan identitas yang menjadikan Komering tetap hidup dan berwibawa di tengah arus modernisasi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan