KORANOKTIURPOS.ID - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong sektor industri padat karya melalui berbagai kebijakan strategis.
Salah satunya dengan sinergi pemerintah lintas kementerian melalui penyiapan Kredit Industri Padat Karya (KIPK) yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan. Skema ini hadir guna mendukung revitalisasi mesin produksi, meningkatkan produktivitas, memperluas lapangan kerja, serta menjaga daya saing sektor-sektor seperti tekstil, produk tekstil, sepatu, hingga industri furnitur.
Menperin menjelaskan bahwa skema KIPK merupakan upaya pemerintah dalam mendukung dan meningkatkan daya saing dari industri padat karya. “Melalui KIPK, kami berharap pelaku industri mendapatkan keringanan untuk meningkatkan produktivitasnya dan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak,” ujar Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita pada pernyataannya di Jakarta (26/8).
KIPK dirancang sebagai stimulus untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing industri padat karya. “Skema KIPK memberikan akses pembiayaan bunga ringan untuk pembelian mesin baru maupun modal kerja, sehingga industri bisa lebih produktif,” ujar Direktur Jenderal Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Tri Supondy, pada beberapa waktu lalu di acara forum Focus Group Discussion (FGD) Optimalisasi Penyaluran Kredit Alsintan dan Kredit Industri Padat Karya (KIPK) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat.
BACA JUGA:Kemenag Buka Seleksi Calon Anggota Baznas Periode 2025–2030
BACA JUGA:Apresiasi Penyuluh dan Kepala Daerah
Forum ini dilaksanakan untuk mengoptimalkan penyaluran Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) dan mensosialisasikan program KIPK. Penerima skema KIPK sendiri ditujukan bagi pelaku usaha di sektor industri padat karya tertentu yaitu pakaian jadi, tekstil, furnitur, kulit dan alas kaki, makanan dan minuman, serta mainan anak.
Skema kredit ini ditujukan untuk pembelian mesin atau peralatan produksi baru, pembelian mesin atau peralatan produksi baru dan modal kerja, hingga pembiayaan ulang mesin yang berusia maksimal dua tahun. Plafon pinjaman berkisar Rp500 juta hingga Rp10 miliar, dengan tenor maksimal 8 tahun serta subsidi bunga sebesar 5 persen per tahun. Pemerintah menargetkan penyaluran sebesar Rp20 triliun pada 2025 dengan penerima antara 2.000 hingga 10.000 usaha padat karya.
Saat ini pemerintah telah menargetkan plafon kredit sebesar Rp 20 Triliun untuk tahun 2025 dengan potensi penerima mencapai 2.000 hingga 10.000 usaha padat karya. “Saat ini pemanfaatan plafon kredit sudah mencapai Rp 744 Miliar dengan 347 calon penerima yang telah ditetapkan oleh 12 bank penyalur. Artinya, masih terdapat ruang untuk memanfaatkan dan mendorong optimalisasi penyaluran kredit dari target plafon yang telah ditetapkan,” jelas Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin, Binoni Napitupulu dalam paparannya.
Untuk mengoptimalkan penyaluran KIPK, sebanyak 12 bank telah ditetapkan sebagai penyalur kredit di antaranya BNI, BRI, Bank Bukopin, Bank Nationalnobu, BPD Bali, BPD DIY, BPD Jawa Tengah, BPD Sumatera Utara, Bank Aceh Syariah, BPD Kalimantan Tengah, Bank Mandiri, serta Bank Kalimantan Barat.
BACA JUGA:Ini Tahapan Proses Seleksi Pimpinan BAZNAS 2025-2030
BACA JUGA:Menutup Istiqlal Halal Walk 2025, Menag Dorong Penguatan Sertifikasi Halal UMKM
Sebelumnya, untuk mendukung penyaluran program KIPK tepat sasaran, Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 34 Tahun 2025 yang menetapkan kriteria penerima KIPK, di antaranya wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), akun Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), serta mempekerjakan sedikitnya 50 tenaga kerja selama minimal satu tahun terakhir. Selain itu, usaha yang mengajukan harus sudah berjalan minimal dua tahun dan bebas dari catatan kredit bermasalah. Selain itu, Kemenperin juga tengah menyiapkan petunjuk teknis pembayaran subsidi bunga yang akan mempermudah proses bagi perbankan penyalur.
Lebih lanjut, sebagai wujud sinergi lintas kementerian untuk mendukung program ini, sejumlah kementerian lain turut menyiapkan regulasi pendukung, diantaranya yaitu Permenko Bidang Perekonomian Nomor 4 Tahun 2025 sebagai pedoman pelaksanaan dan PMK Nomor 55 Tahun 2025 terkait tata cara subsidi bunga.
FGD ini menjadi momentum penting untuk menyerap masukan sekaligus menyamakan langkah dalam memperkuat pembiayaan sektor padat karya. “Kami berharap sinergi antara kementerian, pemerintah daerah, perbankan, dan pelaku usaha dapat mempercepat penyaluran KIPK, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat luas melalui terciptanya lapangan kerja baru dan peningkatan daya saing industri nasional,” pungkas Tri.