Salahnya Nasib

Senin 14 Jul 2025 - 12:31 WIB
Reporter : Yogi
Editor : Yogi

Harusnya saya tidak menulis ini: Anda sudah tahu semua. Tapi sebagai orang yang begitu sering naik pesawat Boeing 787, kecelakaan ini sungguh aneh: dua mesin mati mendadak. Bersamaan pula. Tidak masuk akal.

Akhirnya nasib kita memang di tangan pilot –nasib pilot di tangan Tuhan. Atau di tangan istrinya. Atau siapa pun. Saat naik 787 ke Amerika p/p bulan lalu nasib saya baik.

Kesimpulan tim penyelidik kecelakaan Air India 12 Juni lalu sudah mengerucut: kecelakaan itu akibat kesalahan pilot. Satu pilot. Pilot A. Pilot satunya sudah berusaha cek. Telat. Pesawat sudah kehilangan daya dorong. Ia hanya bisa mengaktifkan RAT. Agar turbin cadangan yang sangat kecil itu berfungsi. Tidak berhasil. Tidak ada lagi waktu. Pesawat sudah jatuh menimpa tempat pendidikan dokter di dekat bandara Ahmadabad, ibu kota negara bagian Gujarat.

"Kenapa saluran bahan bakar dimatikan?" tanya pilot B kepada pilot A.

"Saya tidak melakukannya," jawab pilot A.

Pembicaraan itu terekam di black box yang sudah mulai dibuka isinya. Belum berhasil dibuka semua tapi bukaan sebagian itu sudah menjadi inti masalah: saluran bahan bakar ke mesin dalam posisi off.

Padahal posisi off hanya terjadi saat pesawat sudah berhasil mendarat dan sudah mencapai terminal. Pilot yang meng-off- kan. Saat pesawat mau berangkat pilot harus mengubah saklar bahan bakar dari off ke run.

Untuk membuat saluran bahan bakar itu off atau run tidak otomatis. Dibuat manual. Pilot harus dengan sadar sesadar-sadarnya untuk mengubah saklar itu off atau run. Disebut sesadar-sadarnya karena tidak mungkin saklar itu berubah karena tersenggol. Harus ada dua gerakan dari tangan pilot untuk membuat off. Yakni menarik saklar itu ke arah badan pilot dan kemudian menekannya ke bawah. Begitulah penjelasan para pilot di banyak media di India.

Waktu pilot B melihat posisi saluran bahan bakar off pesawat baru satu menit lebih take off. Berarti baru dua menit dihitung dari pesawat bergerak meninggalkan start di landasan pacu. Masih begitu awal. Sudah di-off-kan.

Justru kalau off itu di posisi pesawat sudah terbang tinggi masih ada kemungkinan selamat. Dengan RAT, beberapa fungsi darurat masih bisa membantu. Lalu pesawat bisa melayang, meluncur ke bawah, mencari tempat pendaratan darurat. Seperti Garuda Indonesia dari Lombok yang mendarat di sungai Bengawan Solo –ketika dua mesinnya mati di udara. Seluruh penumpang selamat. Hanya satu pramugari tewas --karena buru-buru loncat keluar pesawat.

Maka beberapa hari ke depan sorotan akan fokus ke pilot A Air India itu. Mengapa ia mematikan saluran bahan bakar. Mengapa di saat pesawat baru satu menit take off. Mengapa? Mengapa?

Bunuh diri? Baru bertengkar dengan istri? Terlibat pinjol? Atau terancam jadi tersangka?

Kalau motifnya ternyata bunuh diri maka ini kejadian keenam. Yang keempat di Indonesia. Pesawatnya terbang dari Palembang. Silk Air. Menuju Singapura. Tiba-tiba pesawat menukik di muara sungai Musi. Tahun 1997. Sebanyak 104 orang tewas terkubur di muara Musi.

Yang kedua, Anda masih ingat: Egypt Air. Jurusan Kairo-New York. Pesawatnya dimasukkan ke samudera Atlantik. Selebihnya Anda sudah akan tahu sendiri.

Kali ini Air India jurusan Ahmadabad–London.

Kategori :

Terkait

Senin 14 Jul 2025 - 12:31 WIB

Salahnya Nasib

Selasa 08 Jul 2025 - 09:03 WIB

RAT 787

Minggu 09 Mar 2025 - 12:59 WIB

Daging Mentah

Jumat 13 Dec 2024 - 11:28 WIB

Mayasari Tempe

Kamis 03 Oct 2024 - 13:16 WIB

Fufu Papa