Diajak pula makan siang di rumah itu. Dia sendiri yang masak: toge rebus rasa cuka, ayam campur paprika, udang kecil masak kecap, mie kuah, dan satu lagi tidak tahu namanya tapi enak rasanya: teh telur.
Saya tanya bahannya apa saja. Ternyata unik. Setiap kali mereka bikin teh, ampas tehnya disimpan. Tiga telur ayam diaduk dengan ampas teh itu. Lalu digoreng.
Mereka selalu minum teh hitam dari provinsi Hunan. Ampasnya pun, katanyi, masih mengandung khasiat. Saya pun berpikir jauh ke masa lalu: saat Hunan masih sangat miskin. Mungkin ampas teh itu sayang dibuang. Orang miskin harus kreatif. Ampas teh pun bisa jadi lauk. Saya akan minta istri sesekali mencobanya.
Waktu miskin dulu istri saya pun tidak kalah kreatif. Sama dengan saya. Bonggol pisang pun dijadikan sayur. Pun daun luntas --tanaman untuk pagar pekarangan di desa.
Pembangunan begitu merata di Tiongkok. Pun sampai sejauh Monggolia Dalam.
Mereka tahu lagi ada perang dagang dengan Amerika. Mereka tahu kian sedikit bule datang ke negaranya. Mereka belum merasakan dampak perang itu dalam kehidupan sehari-hari.
Ramalan ekonomi memang menyebut Tiongkok akan deflasi: harga-harga turun. Mereka yang sulit ekspor membanjiri padar dalam negeri.
Sebaliknya Amerika akan inflasi. Harga-harga naik. Deflasi di Tiongkok, inflasi di Amerika.(Dahlan Iskan)