Batu Danantara

----
Kini Danantara harus menghilangkan ubun-ubun itu. Harusnya bisa. Pengelolaan BUMN sekarang lebih korporasi. Putusan bisa lebih cepat.
Dulu, untuk membubarkan perusahaan BUMN yang sudah mati pun tidak bisa. Harus izin DPR. Prosesnya panjang. Harus lewat menteri keuangan.
Membubarkan perusahaan –biar pun perusahaan itu sudah tidak beroperasi– dianggap sama dengan menghilangkan aset negara. Kementerian BUMN tidak punya hak menghapus aset. Harus minta persetujuan menteri keuangan. Menkeu tidak mungkin setuju. Menghapus aset sama dengan menghilangkan kekayaan negara.
Kalau pun menkeu setuju harus minta izin DPR. Itu bukan perkara mudah.
Maka sebenarnya ada lebih 50 perusahaan BUMN yang statusnya sudah mati. Hanya mayatnya yang belum dikubur.
Kini wewenang menguburkan mayat itu sepenuhnya ada di Danantara. Paling hanya perlu minta persetujuan BP-BUMN.
Masalahnya: apakah BP-BUMN berani menyetujuinya. Rasanya pola lama masih akan terulang: tidak ada pejabat di BP-BUMN yang berani menyetujui pembubaran itu.
Satu-satunya yang bisa melakukannya adalah presiden. Kalau presiden yang membubarkan maka pertanggungjawaban hukumnya di presiden. Presiden punya diskresi untuk itu. Pejabat di bawah presiden rasanya masih takut kalau-kalau suatu hari kelak dilaporkan ke KPK atau ke Kejaksaan Agung.
Maka, saran saya, Danantara segera membuat usulan: mana saja perusahaan yang harus dibubarkan. Mintakan ke presiden untuk membubarkan mereka. Agar Danantara tidak disibukkan oleh pekerjaan yang sama sekali tidak menghasilkan.
Demikian pula soal aset. BUMN memiliki aset terlalu besar –dan aset itu nganggur. Sebenarnya inilah yang menyebabkan return to asset BUMN itu rendah.
Baiknya semua aset nganggur dilepaskan dari masing-masing perusahaan. Aset itu disatukan di satu bank aset. Langsung di bawah Danantara. Dengan demikian return to asset perusahaan BUMN bisa lebih baik.
Tahap berikutnya kelak semua aset dipindahkan ke Danantara. Perusahaan BUMN sewa aset itu ke Danantara. Begitulah praktik di konglomerasi swasta.
Memang wewenang Danantara kini sangat sentral. Tapi tetap saja yang dikelola adalah aset negara. Menurut UU yang sudah direvisi pejabat Danantara tetap dianggap pejabat negara. Uang Danantara tetaplah uang negara. Bukan uang perusahaan.
Soal ''pejabat negara'' dan ''uang negara'' inilah dua batu besar yang harus ditabrak Danantara. Batunya yang pecah atau kepalanya yang pecah.(Dahlan Iskan)