DISWAY - PUTUSAN hakim etik Mahkamah Konstitusi bisa sejuta rasa. Bagi lidah Arif Sahudi rasanya lega. Dia kuasa hukum Almas, pemohon yang dikabulkan MK.
Rasa lega itu karena tidak ditemukan indikasi kolusi maupun benturan kepentingan antara pemohon dan pihak yang diuntungkan oleh putusan itu.
Arif mengikuti sidang putusan mahkamah etik itu secara live. Lewat YouTube. Di rumahnya di Solo. Almas juga mengikuti secara live di rumahnya, rumah ayahnya, Boyamin Saiman. Boyamin adalah partner Arif di kantor hukum Kartika Law Firm.
Anda sudah tahu: hakim MK Selasa lalu dinyatakan bersalah secara etik. Ketua MK Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya. Usman juga tidak boleh ikut mengadili perkara sengketa Pemilu.
Putusan MK itu sendiri tetap berlaku: Gibran, yang baru berumur 36 tahun, tetap bisa jadi cawapres karena pernah berpengalaman menjadi kepala daerah (wali kota Solo).
Arif merasa ada dua hal yang dipersoalkan secara hebat di medsos. Pertama, soal Almas tidak tanda tangan di surat permohonan. Kedua, soal permohonan yang pernah ditarik kembali.
Soal yang pertama, Arif sudah menjelaskan duduk persoalannya (Disway 4 November 2023). Yang kedua, Disway lupa menanyakannya. Untung ada komentator yang mengingatkan. Lalu komentar itu saya copy: saya kirim ke Arif dan ke Boyamin.
Boyamin sendiri masih di Malaysia. Boyamin melakukan pembelaan atas hak-hak BPJS tenaga kerja kita di sana.
Seperti halnya soal tanda tangan, Arif juga heran mengapa soal penarikan permohonan dipersoalkan di medsos.
Dia memang sempat menarik permohonan itu. Penyebabnya hanya satu: malu!
Itu karena kiriman berkas permohonannya tidak kunjung sampai ke MK. Panitera terus menanyakan ke Arif. Hampir tiap jam. Sampai menjelang hari sidang.
“Kalau sampai permohonan itu ditolak saya malu. Hanya gara-gara berkas telat. Kok seperti tidak serius,” katanya. Lebih baik ditarik daripada ditolak.
Setelah penarikan itu Arif bertemu Almas. “Ternyata Almas tidak mau permohonannya ditarik. Biar saja. Kalah ya sudah,” ujar Arif menirukan kata-kata kliennya. Almas adalah mahasiswa hukum semester akhir Universitas Surakarta.
Arif pun memeriksa kembali surat kuasa. Ternyata memang tidak ada klausul pengacara boleh melakukan penarikan permohonan. Maka penarikan itu dia batalkan.
Boleh begitu?