DISWAY - ANTAM tetap pada sikap awal: sudah kirim semua emas batangan yang dibeli pengusaha Surabaya Budi Said. Bahkan kelebihan: 152 kg. Berarti tidak ada itu utang 152 kg. Justru itu kelebihan.
“Dasar kami adalah price list,” ujar Didik Achmad Ardianto saat berbincang dengan saya di Semarang kemarin malam. “SOP Antam tidak ada diskon,” kata direksi Antam alumnus pertambangan ITB itu.
Dalam proses hukum di pengadilan, argumentasi Antam itu tidak bisa diterima. Antam kalah di Pengadilan Negeri Surabaya. Yakni dalam perkara perdata atas gugatan Budi Said itu.
Budi, pengusaha real estate PT Margorejo Indah, menggugat Antam kurang kirim 152 kg emas. Nilainya Rp 1,1 triliun.
Di tingkat banding, Antam menang di Pengadilan Tinggi –bukan kalah seperti di Disway Senin-Selasa-Rabu lalu. Tapi Antam kembali kalah di Mahkamah Agung. Yakni ketika Budi mengajukan kasasi. Pun ketika Antam melakukan PK ke Mahkamah Agung BUMN itu kembali kalah.
BUMN memang cenderung kalah di pengadilan perdata. Direksi BUMN tidak mungkin mau mengeluarkan uang pribadi untuk ‘’biaya operasional’’ di pengadilan.
Itu bukan perusahaan milik direksi.
Pakai uang perusahaan?
Tidak mungkin. Tidak ada pos anggaran untuk biaya yang tidak resmi. Padahal biaya tidak resmi itu nilainya tergantung situasi: seberapa tebal kantong lawannya. Apalagi dalam perkara yang nilai rupiahnya luar biasa besar.
“Kami akan terus berjuang secara hukum,” ujar Didik. “Kami telah mengajukan PK ke-2,” tambahnya.
“Apakah untuk PK lagi itu Antam punya bukti baru? Bukti yang belum pernah dipakai di persidangan sebelumnya?” tanya saya.
“Ada,” jawab Didik. Ia tidak menyebut apa bukti baru itu. Biasanya memang sangat dirahasiakan. Sampai saatnya diperlukan di Mahkamah Agung.
Rasanya, PT Antam lagi menunggu putusan Pengadilan Tipikor di Surabaya. Putusan itu akan dijadikan novum baru untuk melengkapi PK ke-2 yang sudah dikirim.
Antam memang membawa perkara ini ke ranah korupsi. Tiga pejabatnya diadukan ke polisi telah melakukan korupsi.
BACA JUGA:Diam Hanyut