Begitu ada kabar Nabi wafat, tokoh-tokoh asli Madinah kumpul kembali di teras rumah Sa'ad. Mereka membicarakan siapa yang harus menggantikan Nabi sebagai pemimpin masyarakat.
Sa'ad sendiri, sebagai tuan rumah, lagi sakit. Agak berat. Padahal suaranya sangat ditunggu. Maka Sa'ad mewakilkan ke anaknya untuk berbicara. Intinya: pemimpin baru harus dari suku Madinah asli.
Selama Nabi tinggal di Madinah memang banyak tokoh dari Makkah yang ikut tinggal di Madinah. Suku mereka berbeda. Tokoh seperti Sa'ad khawatir pemimpin baru nanti dari kaum pendatang. Padahal yang paling berjasa atas Islam adalah orang Madinah.
Mereka tahu: saat Nabi menyebarkan Islam di kampungnya, penentangan luar biasa. Sampai Nabi mau dibunuh. Begitu Nabi hijrah ke Madinah masyarakat Madinah menyambut dengan sukacita: sampai berebut agar Nabi mau tinggal di rumah mereka.
Islam pun berkembang dari Madinah. Dari rumah Nabi yang kini jadi Masjid Nabawi itu.
Tentu tokoh-tokoh pendatang mendengar: ada rapat besar di teras rumah Sa'ad. Mereka pun ke sana. Perkumpulan di teras itu membesar. Campur.
Para tokoh mengemukakan pendapat tentang bagaimana setelah Nabi wafat. Termasuk tokoh pendatang seperti Abu Bakar dan Umar. Mereka saling adu pendapat. Yang sudah bicara pun bicara lagi. Terus bergantian. Saling merekomendasikan nama yang pantas menggantikan Nabi Muhammad. Baik yang dari pendatang maupun tokoh asli Madinah.
Ada satu tokoh penting yang tidak hadir: Ali bin Abi Thalib. Suami Fatimah, berarti menantu Nabi Muhammad.