Mendadak Dapil

Jumat 03 Oct 2025 - 14:10 WIB
Reporter : Yogi
Editor : Yogi

Parlemen-lah yang menentukan golongan apa saja yang harus punya wakil di parlemen: golongan industri, golongan dagang, golongan dokter, golongan apoteker, golongan buruh, golongan arsitek, golongan akuntan, golongan notaris, dan banyak lagi.

Tiap-tiap golongan memutuskan siapa yang mewakili golongan itu di parlemen.

Dengan dilaksanakannya pemilu di Syria bulan ini saya justru waswas: jangan-jangan pemilu itu membuat ketertarikan masyarakat ke politik meningkat. Lalu terjadilah konflik politik.

Agar politik tidak menimbulkan minat yang berlebihan baiknya anggota DPR jangan bergaji besar. Anggota DPR cukup mendapatkan gaji sesuai dengan penghasilan rata-rata rakyat yang diwakilinya. Yang kalau di Indonesia, rata-rata itu, sekitar Rp 7,5 juta/bulan.

Di Hong Kong gaji anggota parlemen memang tinggi: Rp 230 juta/bulan. Masih ditambah tunjangan kesehatan sekitar Rp 100 juta/tahun. Tapi income per kapita rakyat Hong Kong adalah USD53.000. Sedang income per kapita rakyat Indonesia hanya USD4.800. Hanya kurang dari 10 persennya. Berarti kalau pakai ukuran Hongkong, maka gaji anggota parlemen Indonesia seharusnya Rp35 juta/bulan. Berarti usul saya di atas terlalu rendah.

Syria terlihat seperti tidak kesusu mengejar sistem demokrasi apa yang akan dipilih. Syria masih punya waktu lima tahun –kini masih empat tahun– untuk menetapkan konstitusi baru. Juga untuk memilih presiden baru.

Sayalah yang justru kesusu pulang. Saya memang masih harus ke Lebanon, tapi hanya numpang lewat. Saya hanya ingin merasakan perbatasan Syria-Lebanon. Saya pernah begitu ingin menyeberang dari Lebanon ke Syria. Lima tahun lalu. Tidak kesampaian. Kini harus terjadi.

Kami sudah membeli tiket pulang dari bandara Beirut. Bukan dari Damaskus. Hambatan utama untuk lewat Beirut adalah: Janet dan suami tidak punya visa Lebanon. Saya sudah punya. Pun Gus Najih Arromadoni.

Spekulasi saja. Rasanya mereka akan bisa dapat visa Lebanon di perbatasan. Alasannya: hanya numpang lewat menuju bandar Beirut.

Pun hanya untuk numpang lewat harusnya tidak boleh. Tapi ini kan sama-sama Tanah Syam. Siapa tahu dua negara serumpun tidak terlalu ketat.

Akhirnya lolos.

Pukul 13.30 sudah bisa menyeberang ke Lebanon. Perbatasan ini berupa pegunungan. Beirut terlihat ada jauh di bawah sana.

Pesawat kami ke Jakarta –lewat Doha– masih pukul 01.30. Berarti kami punya waktu 12 jam di Beirut. Tapi tidak bisa banyak halan-halan. Hari itu hari khusus di Beirut: haul pertama Hasan Nasrullah. Anda sudah tahu siapa ia. Dan seperti apa haulnya.

Selama di Syria saya melihat negara itu serba berubah. Benderanya berubah. Lambang negaranya berubah. Lagu kebangsaannya berubah. Yang serba Al Assad diubah.

Lagu kebangsaan Syria pun dianggap lagunya Assad. Ḥumāt ad-Diyār tidak dinyanyikan lagi. Anda lihat sendiri: waktu tim sepak bola Syria bertanding yang dinyanyikan adalah lagu Fī Sabīli al-Majd (Jalan Keagungan).

Hanya satu yang tidak berubah: uang Syria. Tetap saja pound –dengan gambar masih Presiden Basyar Al Assad di bagian depannya. Uang memang beda. (Dahlan Iskan)

Kategori :