Karam Darat

Senin 07 Jul 2025 - 09:51 WIB
Reporter : Yogi
Editor : Yogi

Isinya tentang nasib seorang dirut BUMN di bidang kapal penyeberangan. Sebenarnya saya juga ingin menulis seperti yang ditulis GWS. Tapi saya khawatir dinilai kurang objektif --mengingat saya mantan sesuatu.

Isi tulisan GWS sangat mewakili perasaan saya. Juga perasaan orang seperti Milawarman –mantan dirut PT Bukit Asam yang harus berurusan dengan hukum.

Akhirnya Pak Mila memang bebas, tapi sudah telanjur babak belur. Namanya juga telanjur hancur. Bebas tapi tetap seperti terhukum.

Ira yang dirut PT ASDP pun segera jadi pesakitan di sidang pengadilan. Pun seperti di kasus Milawarman, saya tidak bisa menulis tentang Ira –padahal tangan ini sangat gatal untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Maka tulisan GWS 6 Juli 2025 sangat mewakili keyboard HP saya. Saya kutip saja selengkapnya:

***

Kapal Tenggelam di Darat

Paradoks ASDP dan Ironi Modernisasi BUMN di Indonesia

GWS, 6 Juli 2025

Coba, bayangkan sebentar: Anda adalah direktur utama sebuah perusahaan pelayaran negara yang harus menjalankan misi ganda—mencari keuntungan di rute komersial sambil memikul kerugian di rute perintis demi melayani daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).

Setiap bulan, Anda harus menanggung beban operasional rute-rute yang tidak menguntungkan ke pulau-pulau terpencil, sementara pesaing swasta bebas memilih rute yang profitable saja. Untuk meningkatkan pendapatan, Anda memutuskan mengakuisisi sebuah perusahaan pelayaran yang sudah memiliki 53 kapal plus izin trayek lengkap—strategi yang memungkinkan revenue langsung mengalir tanpa harus menunggu birokrasi perizinan bertahun-tahun.

Namun alih-alih mendapat apresiasi, Anda malah didudukkan di kursi terdakwa dengan tuduhan merugikan negara Rp1,2 triliun. Selamat datang di Indonesia, negeri di mana strategi bisnis bisa berubah menjadi dakwaan. Dan upaya menyelamatkan BUMN bisa berakhir di Pengadilan Tipikor.

Kasus ASDP yang mencuat belakangan ini bukan sekadar skandal korupsi biasa. Ini adalah cermin retak dari paradoks pembangunan Indonesia: bagaimana sebuah upaya transformasi perusahaan negara malah berujung pada vonis pengadilan.

Para direksi yang kini terpampang di dakwaan KPK—adalah para profesional yang dulu dipercaya memimpin ASDP menuju era baru. Kini mereka duduk di kursi terdakwa, bingung antara label "reformator" dan "koruptor."

Dilema Sang Atlas yang Memikul Dua Dunia

Ironi ini dimulai dari sebuah dilema klasik BUMN Indonesia: bagaimana mencari keuntungan sambil memikul beban sosial yang tidak pernah menguntungkan.

Kategori :