Kita belum tahu: apakah bensin hasil kilang Pertamina (Ron 90) langsung disalurkan ke pompa-pompa bensin sebagai Pertalite. Lalu yang dari pemasok swasta dijual sebagai Pertamax (Ron 92). Atau sebagian produksi kilang Pertamina itu juga ada yang dicampur dengan Ron 95 impor: jadi Ron 92 dan dijual sebagai Pertamax.
Pertamina baru akan punya kilang yang bisa memproduksi bensin Ron 92 sebentar lagi. Proyek kilangnya sedang diselesaikan. Di Balikpapan. Yakni kilang lama yang dipermodern. Diperbesar. Menjadi lebih besar dari Balongan. Harusnya Jokowi yang meresmikannya.
Tapi proyek ini kasihan: kena Covid-19. Tidak bisa beroperasi sesuai target: 2024.
Mungkin baru selesai tahun depan. Kontraktornya Hyundai, Korea. Biayanya Rp 60 triliun. Itu sebelum Covid. Juga sebelum ada aturan TKDN --harus menggunakan komponen produksi dalam negeri sampai 30 persen.
Indonesia memang sudah bisa memproduksi sebagian pipa yang diperlukan proyek kilang itu. Hanya harganya lebih mahal.
Terjadilah kenaikan harga proyek. Apalagi juga ada penambahan pekerjaan. Itu normal. Proyek selalu seperti itu. Masalahnya kenaikan harga itu mencapai lebih Rp 15 triliun.
Lalu muncul persoalan baru. Sebetulnya tidak baru. Begitulah proyek besar.
Tapi siapa yang harus bertanggung jawab atas kenaikan nilai proyek sebesar itu. Pertamina --sebagai pemilik proyek? Kontraktor --yang memenangkan tender?