Labelisasi Batikmark Tingkatkan Daya Saing Produsen
Andi Rizaldi--
KORANOKUTIMURPOS.ID - Batik sebagai warisan budaya Indonesia yang telah dikukuhkan oleh UNESCO pada tahun 2009 lalu, tengah menghadapi tantangan berat dengan masifnya produk impor tiruan batik yang beredar di pasaran. Hal ini tecermin dari capaian ekspor industri batik selama semester I tahun 2024 yang sempat mengalami kontraksi sebesar 8,29 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2023.
“Akar permasalahannya bahwa di pasaran saat ini, industri batik Indonesia sedang bersaing dengan produk-produk impor tiruan batik seperti printing yang masuknya secara legal maupun ilegal,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi dalam keterangan resminya di Jakarta.
Mengenai kondisi tersebut, Kemenperin terus berupaya untuk mengembalikan industri batik Indonesia dapat memiliki kinerja yang gemilang. Selain karena sektor ini berorientasi ekspor, industri batik juga tergolong sektor padat karya yang mampu menyerap hingga 200 ribu tenaga kerja.
“Pada semester I-2024, industri batik telah menyumbangkan kontribusinya pada capian ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, dengan nilai menyentuh angka USD8,33 juta atau setara Rp127 miliar (asumsi kurs Rp15.255 per dolar AS),” sebut Kepala BSKJI.
Andi optimistis, industri batik masih memiliki peluang yang besar untuk menguasai pasar dalam negeri. “Kemenperin siap hadir untuk melindungi konsumen agar tidak tertipu saat membeli batik yang notabene bukan batik namun tiruan batik atau tekstil bermotif batik, sekaligus mendorong peningkatan daya saing industri batik dalam negeri,” tegasnya.
BACA JUGA:Salah Satu Nilai Jual Indonesia adalah Kerukunan
Andi menjelaskan, salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan mendorong pelaku industri batik untuk menerapkan sertifikasi batikmark pada produk batiknya.
“Konsumen akan mendapatkan manfaat dan kualitas yang baik dengan membeli batik asli, sementara industri batik akan memeroleh keunggulan lebih besar karena meningkatkan nilai produk batik dan mendapatkan kepercayaan dari konsumen,” paparnya.
Kepala BSKJI menambahkan, dengan implementasi batikmark pada produk batik, utilisasi subsektor industri tekstil ini akan terus terdorong untuk dapat berkontribusi bagi perekonomian nasional serta menjadi sarana technical barrier bagi produk impor tiruan batik yang tidak memenuhi standar.
Oleh karena itu, melalui satuan kerja di bawah BSKJI Kemenperin, yakni Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) Yogyakarta, sampai dengan November 2024 telah menerbitkan 530 sertifikat batikmark, baik dari jenis batik tulis, cap maupun kombinasi tulis dan cap yang diberikan kepada pelaku industri batik nusantara.
Adapun regulasi yang mengatur terkait penggunaan batikmark, tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 74 Tahun 2007 tentang Penggunaan Batikmark “Batik Indonesia” pada Batik. Melalui permenperin tersebut, batikmark bertujuan untuk memberikan jaminan mutu batik Indonesia, meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap mutu batik Indonesia, memberikan perlindungan hukum dari persaingan tidak sehat, serta sebagai identitas batik Indonesia agar mudah dikenali.
Kepala BBSPJIKB Yogyakarta, Budi Setiawan menjelaskan, syarat mutu produk batik untuk bisa mendapatkan batikmark mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) produk batik. Batik tulis mengacu pada SNI 8302:2016/Amd.1:2019, batik cap mengacu pada SNI 8303:2016/Amd.1 :2019 dan batik kombinasi tulis dan cap sudah diatur sebagaimana SNI 8304:2016/Amd.1:2019.
“Persyaratan administrasi yang dibutuhkan sebenarnya cukup mudah, yaitu hanya perlu menyiapkan KTP, NPWP, NIB dan sertifikat atau bukti pendaftaran merek. Penerapan batikmark oleh pelaku industri batik ini masih bersifat sukarela. Namun kami mendorong industri batik untuk bisa mengimplementasikan batikmark pada produk batiknya,” tutur Budi.
Di sisi lain, Kemenperin terus aktif mengembangkan dan memperluas pasar industri batik di dalam negeri yang potensial, termasuk membuka peluang kerja sama dengan stakeholders terkait guna semakin memberdayakan industri batik melalui berbagai kebijakan dan program strategis. Salah satunya melalui kebijakan yang menyasar pasar seragam batik haji yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama.