Puisi Ayah
----
untuk setiap rindu yang kau lantunkan dalam doa...
Reski...bagaimana pun kau pergi...hati papa tidak pernah benar-benar melepaskan...hanya belajar menyembunyikan rindu
dalam kata yang paling sederhana...“Hati-hati ya, Nak.”
"Berjalanlah dengan nafasku dan keridhaanNya".
Begitu lulus fakultas teknik (sipil) Universitas Hadanuddin Makassar, sang ayah, Adrin, diterima sebagai pegawai negeri. Yakni di Kementerian Pekerjaan Umum.
Adrin tidak mau jadi pegawai negeri. Ia pilih ikut proyek-proyek swasta. Spesialisasinya adalah irigasi pertanian dan pengukuran tanah.
Ia tidak pernah mau naik jabatan. Tetap ingin di lapangan. Pun walau harus sampai ke pulau We di Sabang dan Merauke. Waktu bandara Digul di pedalaman Papua dibangun ia berbulan-bulan di sana.
Pekerjaan terakhirnya adalah pengukuran tanah untuk bandara Luwuk. Lalu pensiun. Ia membeli tanah di desa. Bukan di kota. Yakni di desa Bunga, setengah jam dari kota Luwuk. Ia bangun sendiri rumah di situ --untuk mencukup-cukupkan uangnya.
Rumah itu terlalu sederhana, terutama ukurannya. Saat diadakan acara adat mappacci di rumah itu, orang berjejal. Ruang tamu tempat acara itu hanya cukup untuk delapan orang. Berjejal. Saya sampai sulit untuk memotret.
Terasnya hanya cukup untuk duduk enam orang. Tamu-tamu dari Amerika dan Nigeria terlihat tidak ada yang canggung berdesakan di rumah desa seperti itu.
Akad nikahnya sendiri di lantai lima Hotel Santika, Luwuk. Pakai dua bahasa: Indonesia dan Inggris. Yang menikahkan ayah Reski sendiri. Pakai bahasa Indonesia. Jawaban Ahmed, pengantin pria, juga dalam bahasa Indonesia --dengan cara membaca terpatah-patah teks yang sudah disiapkan.
Pengantinnya sendiri mengenakan pakaian adat Nigeria. Baik pengantin pria maupun wanitanya. Ternyata wanita yang disungkemi Resi itu bukan ibu mertua; itu nenek Ahmed dari ibunya yang sudah meninggal dunia. Sedang ayah Ahmed, seorang pengusaha real estate di Lagos, duduk di sebelahnyi.
Lagos bukan ibu kota Nigeria, tapi kota terbesar di negara itu. Kota pelabuhan. Besarnya mirip Jakarta. Penduduknya sekitar 17 juta --termasuk mega city yang sangat cepat berkembang.
Itu kontras dengan Luwuk. Kota begitu kecil. Terpencil. "Tapi Luwuk ini indah sekali," ujar Rilwan, anggota keluarga Ahmed yang datang dari Lagos.
Jodoh tidak bisa lari ke mana. Pun ketika seorang ayah begitu berat melepaskan putrinya.(Dahlan Iskan)