Gula Semut
----
Lima pengusaha kecil anggota Hipmi Mojokerto saya minta naik panggung. Saya heran: dari lima itu hanya satu yang omzetnya menurun. Yang empat naik. Padahal, di media, selalu disebutkan ekonomi sedang lesu.
Di acara kumpul-kumpul ''Perusuh Disway'' di DIC Farm pekan lalu ada dua pengusaha yang usaha mereka juga baik-baik saja. Dua-duanyi wanita. Pekerja keras. Yang satu usaha gula kelapa semut. Satunya lagi usaha laundry merangkap sub agen jasa titipan.
Yang usaha gula semut itu sampai bisa ekspor. Ke Belanda dan Amerika. Rutin. Tiap bulan paling tidak empat kontainer. Bisa tujuh kontainer. Sudah sejak 2012.
Namanyi: Setya Widiastuti. Dipanggil Tuti. Dia asli Banyumas. Alumni Unsoed Purwokerto. Tuti berbisnis sekalian kerja sosial: membina petani kelapa di Banyumas. Sekarang dia sudah membina 1.752 petani kelapa. Masing-masing punya sekitar 40 pohon kelapa.
Yang istimewa, semua kelapa binaan Tuti organik. Betapa sulit membina petani untuk mau masuk ke pertanian organik. Lalu secara konsisten mempertahankannya sudah lebih 15 tahun. Tuti bisa. Berhasil.
Awalnya Tuti harus turun sendiri mendatangi para petani pemilik pohon kelapa. Sebagai mantan aktivis NGO di bidang pertanian, Tuti ingin berbuat lebih konkret. Dia pamit baik-baik ke organisasi NGO itu. Untuk mulai bisnis. Toh tujuannya sama: memberdayakan petani.
Di NGO itu setidaknya Tuti punya jaringan luas. Salah satunya: jaringan pasar gula kelapa di luar negeri. Tapi gulanya harus organik.
Tuti membina petani dari nol. Termasuk bagaimana membuat gula semut. Yakni gula kelapa yang dibuat seperti tepung, tapi agak kasar.
Gula seperti itulah yang diterima di Belanda. Bukan gula yang dicetak besar-besar. "Gula semut tidak bisa mblenyek," ujar Setya Widiastuti. Mblenyek adalah bahasa Jawa untuk gula yang berair.
Kadar kekeringan gula semut memang sangat tinggi. Kandungan airnya paling banyak hanya 5 persen. Terasa sangat kering.
Proses pengeringannya itu lewat sangrai. Karena itu aromanya harum. Apalagi dalam proses sangrai itu harus diberi sedikit minyak kelapa. Minyak klentik. Minyak itu pun harus dibuat dari kelapa yang tumbuh di ladang kelapa itu sendiri.
Semua itu untuk menjaga kemurnian organiknya. Termasuk Tuti punya data amat detail: tiap pohon kelapa binaannya punya data pribadi. Masing-masing pohon punya semacam daftar riwayat hidup. Pun sampai titik koordinat tiap pohon ada datanya. Apalagi perlakuan terhadap setiap pohon kelapa: selalu didata. Tanggal berapa, jam berapa, diberi pupuk apa, disiram air apa dan seterusnya.
Kini Tuti punya kesibukan baru: memperkenalkan bibit kelapa baru ke para petani itu. Yakni bibit kelapa genjah entok. Kelapa jenis baru ini akan membuat petani lebih mudah bekerja: petani tidak perlu memanjat pohon kelapa yang tinggi.
Sekarang ini ketinggian pohon kelapa petani sudah sekitar 20 meter. Petani harus memanjatnya sehari dua kali: untuk menderes niranya. Pagi dan sore.