Miliki Potensi Terbesar di Asia Pasifik, Menteri ESDM Ajak Kontraktor Garap Carbon Capture

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengajak Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) minyak dan gas (migas), baik di dalam maupun luar negeri untuk bergabung dalam industri penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS). Milik--
Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengajak Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) minyak dan gas (migas), baik di dalam maupun luar negeri untuk bergabung dalam industri penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS). Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi penyimpanan penangkapan karbon terbesar di Asia Pasifik dengan potensi yang mencapai 572,77 gigaton untuk saline aquifer (akuifer yang airnya asin) dan 4,85 gigaton di depleted reservoir (akuifer yang airnya habis).
"Saat ini dunia selalu berpikir sekarang tentang membangun industrialisasi dengan pendekatan green energy dan green industry. Salah satu diantaranya untuk mewujudkannya adalah bagaimana menangkap carbon capture-nya, CO2-nya," kata Bahlil pada acara Konvensi dan Pameran Indonesian Petroleum Association (IPA Convex) ke-49 Tahun 2025 di ICE BSD Tangerang.
Lebih lanjut, Bahlil menyampaikan komitmen Pemerintah dalam memberikan berbagai kemudahan bagi para investor, guna menciptakan iklim investasi yang lebih menarik dan kondusif bagi pengembangan industri strategis ke depan. Sebagai langkah konkret, regulasi pendukung dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri ESDM (Permen) telah diselesaikan.
"Aturannya sudah kita buat dan saya tawarkan kepada bapak Ibu semua. Silakan masuk. Lebih cepat, lebih baik. Kita kasih sedikit relaksasi sweetener. Tapi kalau sudah booming baru masuk, sweetener-nya tidak akan sebaik sekarang," tegas Bahlil.
Sejak tahun 2021 hingga 2024, pemerintah telah menerbitkan 30 izin pemanfaatan data kepada 12 kontraktor untuk mendukung pelaksanaan studi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) di berbagai wilayah Indonesia.
Studi tersebut mencakup 19 lokasi strategis, antara lain Lapangan Arun, Corridor, Sakakemang, Betung, Ramba, Asri Basin, ONWJ, Jatibarang, Gundih, Sukowati, Abadi, CSB, Gemah, South Natuna Sea Block B, East Kalimantan, Refinery Unit V Balikpapan, Blue Ammonia, Donggi Matindok, serta Lapangan Tangguh di Bintuni, Papua.
BACA JUGA:Sri Mulyani Lantik 22 Pejabat Baru Kementerian Keuangan
Sebagai informasi, CCS merupakan teknologi yang digunakan untuk menangkap karbondioksida (CO2) dari sumber-sumber emisi, kemudian diangkut dan disimpan pada tempat penyimpanan jangka panjang, seperti di bawah tanah. Sementara CCUS merupakan pengembangan dari CCS, yang tidak hanya menyimpan CO2, tetapi juga memanfaatkannya sebagai sumber baru.