KORANOKUTIMURPOS.ID -Pemerintah Indonesia terus berupaya menarik lebih banyak investor untuk mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT), dengan memprioritaskan pembangunan jaringan transmisi dan menawarkan harga yang kompetitif.
Langkah ini dinilai penting untuk mendorong pengembangan EBT yang selama ini terkendala oleh masalah infrastruktur dan keekonomian proyek.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menegaskan bahwa salah satu tantangan utama dalam pengembangan energi terbarukan, seperti panas bumi, adalah lamanya proses perizinan dan keterbatasan infrastruktur transmisi. Hal ini menyebabkan investor malas dalam mengembangkan usaha bisnis panas bumi di Indonesia.
"Menunggu selesainya perizinan 5 hingga 6 tahun sejak masa konstruksi akan membuat investor tidak sabar, dan kalau investornya gak sabar, gak mungkin mau mengerjakan," ujar Presiden Jokowi dalam sambutannya di acara Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) ke-10 di Jakarta.
Salah satu kendala besar dalam pengembangan EBT di Indonesia adalah terbatasnya jaringan transmisi yang menghubungkan pembangkit energi terbarukan ke jaringan listrik nasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, pengembangannya sering terkendala karena jaringan listrik yang belum tersedia di lokasi-lokasi potensial.
BACA JUGA:Lindungi Masyarakat, Kominfo Tingkatkan Upaya PPemberantasan Judi Online
"Kemarin tanya kepada Dirut PLN, kenapa ini terjadi jadi ternyata sumber-sumber energi baru terbarukan kita itu besar, namun jaringannya yang belum terkonek. Contoh energi baru terbarukannya ada di Riau, tetapi jaringan listriknya yang belum ada di sana untuk menghubungkannya," ujar Bahlil.
Bahlil meminta PT PLN (Persero) untuk mempercepat pembangunan transmisi guna mendukung distribusi energi bersih dan mengatasi keterbatasan infrastruktur. "Jadi tugas PLN sekarang adalah fokus untuk membangun transmisi, karena kalau tidak nanti transmisi dibangun oleh swasta dan itu melanggar undang-undang kelistrikan," tegasnya.
Pemerintah menyadari bahwa infrastruktur transmisi merupakan kunci untuk menarik minat investor. Investor akan lebih tertarik jika proyek-proyek EBT tidak terhambat oleh keterbatasan jaringan listrik yang terhubung dengan konsumen.
Selain pembangunan infrastruktur, pemerintah juga menetapkan harga listrik berbasis EBT yang dinilai sudah cukup kompetitif untuk menarik minat investor. Bahlil menjelaskan bahwa pengembangan proyek EBT kini lebih menguntungkan dengan periode break-even point yang cepat.
BACA JUGA:BIFA 2024: FIFGROUP Raih The Best Performance Multifinance
BACA JUGA: Indonesian Drift Series 2024: BRI Finance Dukung Komunitas Drifting “Semarang Sideways”
"Kemarin saya bersama tim sudah mengecek harga jual EBT, dan kita sudah hitung rata-rata 8-10 tahun break even point, kontraknya 30 tahun jadi 20 tahun panen. Jadi 8-10 tahun itu untuk break-even point. Dengan perhitungan seperti ini, tidak ada alasan lagi pengembangan listrik EBT tidak jalan," ungkap Bahlil.
Dengan harga yang sudah ekonomis dan dukungan infrastruktur yang sedang digenjot, pemerintah berharap dapat mengatasi hambatan-hambatan yang selama ini menghalangi pengembangan EBT. Selain itu, proses perizinan yang lama juga akan dipercepat.