KORANOKUTIMURPOS.ID - Kawasan Industri menjadi epicentrum untuk peningkatan daya saing maupun pertumbuhan ekonomi industri.
Untuk itu, Kawasan Industri harus mampu menyediakan infrastruktur memadai maupun fasilitas pendukung baik untuk menarik investasi industri baru maupun meningkatkan produksi industri yang telah ada, agar lebih efisien, produktif, inovatif, dan berkelanjutan (sustainable).
Menginjak 50 tahun pengembangan Kawasan Industri di Indonesia, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung Kawasan Industri (KI) untuk segera bertransformasi menuju KI generasi keempat yang memadukan konsep pemanfaatan teknologi dan berwawasan lingkungan, atau dikenal sebagai Smart Eco Industrial Park.
“Perusahaan KI diharapkan dapat mengimplementasikan smart digital infrastructure dalam kegiatan operasionalnya untuk mendukung penataan ruang dan lahan, penyediaan layanan, sampai pada pemantauan dan pengelolaan limbahnya,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka Business Talk & Rakernas Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) secara daring.
BACA JUGA:Cegah Konflik, Kementerian ATR/BPN Akan Inventarisasi Lebih dari 500 Perizinan Perusahaan Sawit
Menperin juga meminta agar Kawasan Industri segera melakukan remapping terutama untuk penyediaan infrastruktur penunjang di Kawasan Industri, termasuk untuk kebutuhan energi bagi industri di kawasan. Hal ini juga berkaitan dengan keberlanjutan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk sektor industri yang telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo.
“Masih terkait penyediaan infrastruktur gas bagi KI, Pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penggunaan Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri. Salah satu yang akan diatur di dalamnya adalah skema impor gas untuk penggunaan di Kawasan Industri. Mudah-mudahan RPP ini dapat segera selesai,” jelas Agus.
Hingga Juli 2024, terdapat 156 perusahaan KI yang telah mendapatkan Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) dan beroperasi. Total luas lahan kawasan industri mencapai 76.594 Ha, dengan lahan yang telah terokupansi (telah terisi tenan maupun untuk infrastruktur kawasan) mencapai 48.087 Ha atau 65,56%. Sedangkan sisanya, yaitu sebesar 34,44% atau seluas 26.381 Ha merupakan lahan yang masih tersedia untuk lokasi investasi.
Menperin menyebutkan, dalam lima tahun terakhir, jumlah perusahaan KI telah bertambah sebanyak 56 KI, sedangkan luas lahan di KI juga bertambah sebanyak 43.296 Ha, atau meningkat sebesar 130,02% dari total luas lahan KI di akhir tahun 2019. Namun demikian, masih terdapat KI dengan tingkat okupansi di bawah 50%.
Karenanya, perlu segera dilakukan langkah-langkah percepatan yang tepat untuk mengisi kekosongan okupansi ini. PP No. 20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri yang diluncurkan belum lama ini diharapkan dapat memberikan terobosan untuk mendukung pertumbuhan KI sesuai dengan dinamika zaman.
BACA JUGA:Gandeng Kemenkes, Kemenperin Gelar Kursus Standar Sanitasi Depot Air Minum
Melalui PP No. 20/2024, pemerintah melakukan penyederhanaan perizinan, standar KI, Kawasan Industri Terpadu (KIT), serta mekanisme pengawasan dan pengendalian KI.
“Adanya penyesuaian tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi stakeholders dalam upaya pengembangan industri yang lebih terintegrasi, efektif, inklusif serta berdaya saing,” jelas Menperin.
Menperin juga mengupayakan penyelesaian peraturan turunan dari PP No. 20/2024 agar bisa segera berjalan sesuai harapan para stakeholder, termasuk di dalamnya pembentukan komite KI untuk mempermudah sinkronisasi kebijakan pendukung KI.
Dalam hal ini, Kemenperin membutuhkan masukan dari HKI dan para pelaku usaha agar peraturan dapat terlaksana dengan baik dan meningkatkan peran KI. “Kami berharap, ke depan tidak ada industri yang tumbuh di luar KI,” katanya.