Dalam rangka itulah Al Makin mereka undang ke Medan.
Nama Al Makin dikenal luas di kalangan intelektual Medan. Ia pernah berbulan-bulan di Sumut. Ia melakukan penelitian mengenai nabi-nabi yang pernah ada di kalangan masyarakat Batak. Ternyata banyak juga nabi di Batak. Sebelum Batak menjadi Kristen.
Sisingamaraja, menurut Al Makin, adalah nabi. Demikian juga Parhu Dam Dam. Lalu yang lebih terkenal lagi: nabi Nasiak Bagi.
"Semua nabi di Batak memusuhi Belanda," ujar Al Makin. Memusuhi bule. Tentu bule Jerman yang menyebarkan Kristen di tanah Batak juga dianggap Belanda.
Para nabi Batak itu membawa agama Malin. Pengikut agama itu disebut Parmalin. Itulah agama asli di Batak.
"Seberapa serius kenabian Muhammad Medan ini?" tanya saya kepada Prof Makin.
"Masih jauh dibanding nabi nabi yang pernah ada di Indonesia. Mushodiq dan Lia Eden lebih nabi dari nabi Muhammad ini," ujarnya. Menurut Al Makin pemikiran Al Jabir masih sangat tarekat. "Hanya saja sudah lebih dalam dari tarekat," tambahnya.
Tentang latar belakangnya yang fisika, Al Makin menyatakan nabi-nabi yang banyak itu umumnya justru tidak datang dari kalangan agama. "Lia Eden itu seorang perangkai bunga," ujar Al Makin. "Nabi Mushadiq itu pelatih bulu tangkisnya Liem Swie King dan Haryanto Arbi," tambahnya.
Deklarasi terakhir kenabian Al Jabir terjadi bulan lalu. Saat nabi Muhammad diundang ke acara di pesantren Al Zaitun-nya Syekh Panji Gumilang di Indramayu, Jabar.
Masih ada satu deklarasi lagi yang ingin dilakukannya: di Jerusalem. Di Masjidil Aqsha. Misinya: menjadi nabi yang akan bisa membuka pintu timur Masjidil Aqsha. Itu berdasar perintah yang ia terima sebagai nabi.
Meski begitu kelihatannya ia kian realistik. Tidak mudah menembus Israel. Ia sudah tampak tidak seoptimistis dulu lagi untuk bisa segera menuntaskan misi membuka pintu timur Jerusalem.
Secara pribadi ia juga mulai berubah. Setidaknya dalam cara berpakaian. Terutama kalau sedang bepergian. "Saya sekarang pakai celana jeans," katanya sambil menunjuk celana saya.
Belakangan ia sering ke Riau. Ke Tanjung Pinang. Menemui pengikutnya di sana. Beberapa pengikutnya memang ia minta hijrah ke Tanjungpinang.
Kalau sedang di Medan nabi Muhammad selalu tampil sebagai khotib salat Jumat. Yakni salat Jumat di pendopo gubuk di belakang rumahnya itu.
Pengetahuan agamanya diperoleh dari ayahnya dan dari guru tarekat Syatariahnya. Awalnya ia mengajar kitab kuning di masjid lalu fokus hanya mengajarkan Quran --sesuai dengan ''perintah'' yang datang padanya.
Al Makin menilai nabi Muhammad Medan ini masih sangat Islam. Masih salat lima waktu. Masih bertarekat. Belum bisa dinilai sebagai aliran sesat. MUI tidak perlu turun tangan.