Sebenarnya 12 orang yang berangkat ke Makkah. Yang seorang, wanita, sedang datang bulan. Tidak ikut ke Masjidilharam. Mereka semua baru sekali itu ke Makkah.
Itu tahun 2015.
Di tahun itu terjadi perbedaan Hari Raya Idulfitri. Makkah beridulfitri sehari sebelum Indonesia. Sehari kemudian 11 orang dari Medan itu melakukan salat Idul Fitri sendiri. Di dekat Kakbah. Sekalian deklarasi kenabian Muhammad.
Pagi itu mereka salat subuh di hotel –di kawasan Misfalah. Selesai salat subuh mereka mengenakan pakaian khusus. Bagian dalamnya gamis putih. Luarnya: jas panjang model Bung Karno. Warna hitam. Penutup kepalanya tanjak model serban yang tengahnya lancip ke atas –mirip yang biasa dikenakan tuan guru Basilam di Langkat. Disebut juga serban gaya Annazir.
Di Makkah, kelompok deklarasi ini mencolok sekali. Terutama dibandingkan orang-orang lain yang memasuki Masjidilharam.
Sampai di dalam masjid, mereka melakukan tawaf –mengelilingi Kakbah tujuh kali. Berkelompok. Hitam semua. Necis dan rapi semua. Keren. Matahari belum terbit.
Saat tawaf, 11 orang tersebut membentuk satu lingkaran. Jabir di tengah. Bacaan doa tawaf dikumandangkan keras-keras. Sambil mengelilingi Kakbah. Setiap satu bacaan doa diselingi satu bacaan yang membuat pelaku tawaf lainnya terkesima. Bacaan tambahan itu bunyinya begini: "Qod ja-a imamul muslimin ... wa hua Al Mahdi Al Muntadhor... Ismuha Al Jabir". Artinya Anda sudah tahu: telah datang pemimpin untuk orang Islam seluruh dunia, Al Mahdi, Al Muntadhor, dan ia itu bernama Al Jabir.
Itu diucapkan terus menerus sambil mengelilingi Kakbah di sela-sela doa tawaf.
Masih ada satu bacaan yang juga dikumandangkan seirama dengan doa tawaf: "Qod ja-a rosulun min anfusikum ... wa hua Al Mahdi, Al Muntadhor, wa ismuha Al Jabir..". Artinya lebih tegas. Soal kerasulan Al Jabir: "Telah datang rasul dari golongan kamu sendiri... Al Mahdi, Al Muntadhor, dan nama rasul itu adalah Al Jabir".
Sampai selesai mengelilingi Kakbah, tujuh kali, mereka aman. Matahari sudah terbit. Mereka mencari tempat untuk melaksanakan salat Idulfitri. Mereka pilih lokasi antara Hajar Aswad (pojokan Kakbah yang berbatu hitam) dengan makam Ibrahim. Nabi Muhammad yang jadi imam. Salat dua rakaat pun selesai. Aman. Tapi polisi Masjidilharam mulai memperhatikan mereka. Antara lain karena arus orang tawaf mulai tersendat di situ.
Usai jadi imam, nabi Muhammad bangkit. Meraih tongkat. Mereka membawa tongkat itu dari Medan. Muhammad pun mulai khotbah. Di situlah ia mendeklarasikan sebagai rasul dan nabi. Lengkap dengan argumentasi ayat-ayat Qurannnya. Dan suara lantangnya. Termasuk saat menyerukan "Ud 'u ni" –jadilah pengikutku. Itu diucapkan dalam bahasa Arab, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.
Belum sampai khotbah itu selesai, polisi kian banyak. Mereka ditangkap. Diborgol. Tangan. Kaki. Dimasukkan mobil. Ditahan.
Selama 28 hari mereka tidak bisa mandi. Tidak ganti baju. Borgol terkunci permanen di tangan dan kaki. Jubahnya sudah disita. Pun tongkatnya. Tinggal baju putih panjang lengan panjang. "Sampai warnanya menjadi hijau berlumut," ujar Harmain.
Mereka beberapa kali diambil darah. Diperiksa. Kelihatannya akan dilihat apakah ada ditemukan kelainan jiwa. Hasilnya: sehat semua.
Di setiap pemeriksaan mereka tetap berpegang pada ayat bahwa harus ada nabi dan rasul di setiap kaum. Atau ayat akan turunnya Imam Mahdi –dan itu Al Jabir.
Bahwa nama Imam Mahdi itu Al Jabir dari Medan, mereka berhujah apa bedanya dengan ayat tentang akan munculnya nabi bernama Ahmad dan yang muncul kemudian ternyata bernama Muhammad SAW.