Dokter Hewan

Jumat 29 Aug 2025 - 10:50 WIB
Reporter : Yogi
Editor : Yogi

Apakah saya bodoh bin tolol? Saya tidak tahu. Mungkin. Setidaknya saya tidak keberatan kalau ada orang yang mengatakan saya tolol. Apalagi kalau yang mengatakan itu orang cerdik pandai –berpendidikan tinggi pula. Yang sudah pasti: saya lebih tolol dari yang mengatakan. Itu pasti.

Saya hanya mengagumi ilmuwan. Dengan cara tolol. Siapa pun ilmuwan itu. Termasuk mengagumi drh Yuda. Bahwa ia seorang dokter hewan apa salahnya jadi dokter hewan –apalagi kemudian menjadi ilmuwan di bidang riset sel.

Kehebatan drh Yuda di bidang riset sudah diakui di luar negeri. Di Korea Selatan. Ia sampai tergabung dalam tim riset kloning hewan di sana. Tidak mudah menjadi tim riset di Korsel. Risetnya pun di bidang kloning hewan. Apalagi proyek kloning itu berhasil. Terwujud. Ada hewan beneran yang bisa dibuat tanpa proses hubungan jantan-betina.

Tapi yang didalami drh Yuda kan sel hewan? Bukan sel manusia?

Tentu. Itu pertanyaan yang tidak salah. Tapi dalam hal sel, apa bedanya sel manusia dan hewan secara ilmu pengetahuan?

Maka tidak ayal bila banyak ahli stemcell berlatar belakang dokter hewan.

Apakah drh Yuda salah? Sehingga ada berita ia ditangkap polisi tiga hari lalu? Saya tidak tahu.

Saya yakin, kalau pun ia dianggap bersalah, itu lantaran ia dianggap melanggar peraturan yang berlaku. Seperti dulu. Ia juga pernah ditangkap. Ditahan. Di urusan yang sama. Lalu bebas.

Setelah itu drh Yuda sebenarnya sudah lebih hati-hati. Misalnya tidak mau melayani pertanyaan orang yang datang. Ia jualan skretum. Kalau ada yang membeli dilayani.

Mungkin ia dianggap salah karena belum punya izin usaha perdagangan skretum. Saya tidak tahu.

Sebagai ilmuwan yang berdagang, drh Yuda kalah pintar dengan Prof Dr Dwi Andreas Santosa. Ia ilmuwan benih tanaman pangan. Prof Dwi menemukan benih unggul padi. Tapi tidak boleh menjual benih unggul temuannya. Guru besar IPB itu terkena masalah. Tidak punya izin benih.

Akhirnya Prof Andreas cari jalan memutar: ia membentuk koperasi benih. Banyak petani menjadi anggota Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI).

Benih unggul itu pun tidak dijual kepada umum. Tapi dijual kepada anggota sendiri. Anggotanya kini sudah lebih 6.000 orang. Semua menggunakan benih unggul yang melanggar peraturan itu. Tapi karena hanya dijual ke anggota sendiri, ibaratnya itu hanya urusan internal organisasi.

Kini AB2TI berkembang pesat. Sudah membangun pabrik penggilingan padi sendiri. Pabrik kedua didirikan bulan lalu di Bojonegoro, Jatim.

Mungkinkah cara ''memutar'' Prof Andreas ditiru ilmuwan lain seperti drh Yuda?

Saya tidak tahu seberapa serius pelanggaran yang dilakukan drh Yuda. Jangan-jangan drh Yuda justru bisa jadi ''martir'' kecil-kecilan. Yakni berkat pengorbanannya akan banyak peraturan yang diubah.

Kategori :