Trump sampai sangat terkesan kepadanya. Kepada media, Trump sampai menilai Ahmad Sharaa adalah orang "muda, atraktif, dan sosok yang tangguh".
Muda itu pasti –di mata orang setua saya. Atau di mata para presiden dunia. Umurnya 42 tahun. Nama terorisnya: Abu Muhammad Al Julani.
Saya tidak tahu dari sudut mana Trump menilai ia atraktif. Mungkin dari pakaian dan penataan rambut dan brewoknya. Mungkin Trump berpikir ''kok beda'' dengan yang ia bayangkan.
Bahwa ia sosok yang tangguh tentu bisa dilihat dari latar belakangnya: mampu memimpin gerakan penggulingan diktator dinasti dua generasi di Syria: Bashar al-Assad. Juga bisa dilihat dari kemampuannya menyatukan faksi-faksi beda aliran di kelompok penentang Bashar al-Assad.
Sudah enam bulan Ahmad Sharaa menjadi presiden sementara Syria. Letupan-letupan ketidakpuasan sudah mulai muncul. Saling tembak masih sering terjadi. Belum terbentuk tentara nasional Syria.
Suasana di dalam angkatan bersenjata Syria sekarang mungkin mirip dengan Indonesia enam bulan setelah merdeka 17 Agustus 1945. Pasti banyak muncul kolonel-kolonel yang memerankan diri sebagai Jenderal Nagabonar.
Kalau tidak ada perbaikan ekonomi, masa-masa seperti itu akan lebih sulit dikendalikan. Syria bisa kian tidak stabil. Lalu pecah pemberontakan atau perang sipil.
Maka upaya MBS untuk membuat Amerika mencabut sanksi untuk Syria begitu mulianya. Syria perlu kedamaian, perbaikan ekonomi, dan harapan untuk sejahtera. Posisi Syria yang diblokade Barat selama hampir 50 tahun membuatnya menjadi negara gagal.