"Saya jawab, lulusan UB. Karena itu saya lantas minta agar Teguh benar-benar kuliah S-3 di UB saja," katanya.
Sang promotor adalah alumni teknik mesin UB tahun 86. Seangkatan dengan Teguh. Angkatan itu terkenal karena punya ''walisongo''. Yakni sembilan mahasiswa yang tidak kunjung lulus. Mereka tidak pernah punya niat untuk ikut ujian akhir. Mereka sibuk sebagai aktivis.
Akhirnya sembilan mahasiswa itu sepakat ikut ujian. "Kami semua lulus. Hanya satu yang tidak lulus yakni Teguh," katanya. Tapi ya itulah nasib orang. "Yang lulus seperti saya jadi dosen. Yang tidak lulus seperti Teguh jadi direktur utama perusahaan besar," guraunya.
Teguh sendiri akhirnya lulus juga. Itu, katanya, berkat dorongan ibunya.
Padahal Teguh sebenarnya sudah punya prinsip hidup sendiri. Yakni yang diajarkan kiainya waktu di pesantren: rezeki itu ada di mana-mana. Banyak sekali. Sebanyak langit dan bumi. Tinggal ikhtiar masing-masing.
Prinsip Teguh adalah pengabdian yang tulus dan sungguh-sungguh. "Waktu diangkat jadi dirut PJBS pun sebenarnya saya tidak suka," katanya. PJBS kini bernama Nusantara Power, cucu besar PLN.
Tapi itu bukan berarti Teguh ogah-ogahan. Selama ia memimpin, PJBS memiliki prestasi terbaik. Dari segala aspek penilaian perusahaan.
Sekarang pun, setelah pensiun dan bergelar doktor, Teguh akan tetap berjiwa pengabdi. "Kita ini tidak tahu kapan akan meninggal. Sepanjang masih diberi umur akan mengabdi untuk umum sekuat tenaga," katanya.
Promotor lain memuji keseriusan Teguh dalam meraih doktor. "Ia bisa membagi waktu begitu baik," ujar Prof Femi. "Di pekerjaan penuh dengan prestasi. Di kuliah bisa selesai dengan cepat," tambah guru besar ilmu material asal Lombok itu.
BACA JUGA:Kecil Besar
Teguh memang menyelesaikan doktornya dalam 3,5 tahun. "Malam-malam saya ke lab fakultas teknik. Biasanya setelah mendarat di Bandara Juanda saya langsung ke Malang. Ke lab di kampus. Sampai jam 12 malam," ujar Teguh.
BACA JUGA:Diam Hanyut
Giliran hari ini anak sulungnya yang membacakan disertasi. Saya tebak: Teguh tidak akan duduk di sebelah podium untuk membantu anaknya mengoperasikan laptopnya.(Dahlan Iskan)