Gelap Cahaya
Catatan dahlan Iskan--
Alwi lari ke bangunan depan. Ia menemui penjaga masjid. Ia merayunya untuk menyalakan lampu sentral. Tidak berhasil.
Petugas itu tidak berani melangkahi prosedur. Ia justru mengatakan mengapa harus menyalakan lampu. Kan cukup pakai bocoran cahaya dari koridor.
Memang lama-lama terasa tidak gelap. Sebersit cahaya dari gerbang sudah bisa mengusir gelap. Kata ''mengusir'' itu tidak tepat.
Kata ''gelap'' hanyalah ciptaan penyair. Di mata ilmuwan gelap itu tidak ada. Yang ada adalah cahaya. Gelap terjadi karena tidak ada cahaya.
BACA JUGA:Liem Din
BACA JUGA:Warung Kopi
Maka di remang-remang cahaya itu kami menuju arah imam biasa memimpin salat.
Saya minta Alwi yang jadi imam. Alwi justru memaksa saya jadi imam. Terjadilah saling paksa.
Akhirnya saya bisiki telinga Alwi: "Anda saja yang jadi imam. Saya baru saja murtad".
Alwi pun tersenyum. Saya langsung mengumandangkan iqamah. Serasa Novi Basuki lagi jadi imam di depan saya.
Rupanya teman yang Buddha dan Kristen tadi mengabadikan kami salat. Entah dari mana mereka dapat cahaya (lihat foto).
Sebenarnya ada satu teman lagi yang bisa dipaksa jadi imam: Moh Khodir. Ia, dulu, guru bahasa Mandarin Alwi di pondok Nurul Jadid. Juga guru mandarinnya Novi Basuki. Khodir kini lagi di Fuzhou: menyelesaikan S-3. Ia calon doktor di bidang kurikulum.
Khodir adalah generasi pertama santri Nurul Jadid yang bisa bahasa Mandarin. Juga asli Probolinggo. Juga suku Madura pendalungan. Juga rendah hati dan menjaga sopan santun yang tinggi.
"Di sini bisa menyelesaikan S-3 selama tiga tahun dianggap pintar. Kalau empat tahun dianggap kurang pandai," ujar Khodir. "Saya sudah empat tahun belum selesai," tambahnya.
Apakah disertasinya nanti juga ditulis dalam bahasa Mandarin?