Bebek Djibouti

----

Saya sudah urus visa ke Djibouti. Sudah berhasil. Saya ingin melihat negara di mulut Laut Merah itu. Mumpung sudah sampai di Jeddah. Jarak Jeddah-Djibouti tinggal lima sentimeter --kalau di Google Map.

Gagal. Ternyata tidak ada penerbangan langsung Jeddah-Djibouti. Aneh. Betapa lemahnya Djibouti sampai tidak ada penerbangan langsung dari dan ke Jeddah.

Cari cara lain. Pilihannya harus muter jauh ke barat atau balik muter jauh ke timur. Lewat Addis Ababa di Ethiopia atau lewat Qatar di timur. Serbasalah. Seandainya saya belum pernah ke Ethiopia jadilah. Tapi saya kan baru dari Addis Ababa. Sedang kalau muter lewat Qatar akan dibilang t-e-r-l-a-l-u.

Saya lihat ada satu nama pesawat yang belum pernah saya lihat di bandara Jeddah. Buroq Air. Itu tidak mungkin Bouraq Air-nya Indonesia yang hidup lagi. Warnanya tidak hijau. Dan tulisannya pakai ”u” bukan ”ou”.

Oh...ternyata itu pesawat milik Libya. Tidak mungkin juga saya muter liwat negerinya Qadhafi.

Akhirnya saya ke Makkah --meskipun Februari nanti sudah sepakat dengan istri akan berangkat umrah. Maka saya ajak Novi Basuki dan Bambang Ming Yen beserta istri ke Makkah.

Yang terakhir itu seorang mualaf. Pemilik pabrik panci terkenal Kedawung. Pendiri Yayasan Cheng Ho. Pemrakarsa berdirinya masjid-masjid Cheng Ho di beberapa lokasi di Jatim.

Tiba di halaman Masjidilharam saya lihat Ny Bambang pakai kerudung model kerudungnya Bu Sinta Nuriyah-nya Gus Dur. Tidak bisa untuk salat. Maka kami masuk mal di bawah Clock Tower yang di halaman masjid  itu. Beli abaya. Sekalian minta petugas toko memakaikannya. Foto dia sedang pakai abaya saya kirim ke Galuh Banjar. Mereka berteman baik. Lalu titip salam. Menantu Pak Iskan itu tidak iri tidak diajak ke Makkah --toh tiga bulan lagi tidak lama.

Sebenarnya ketika di halaman Masjidharam tidak pernah ada yang memperhatikan pakaian Ny Ming Yen. Sudah pakai kerudung. Celananya juga panjang. Toh semua orang sibuk dengan pikiran masing-masing. Tapi kami ingin masuk Masjidharam. Dengan pakaian itu pun sebenarnya tidak mengapa. Tapi kan mau salat dekat Kabah.

Saya lupa: tanpa pakaian ihram tidak bisa lagi mendekat Kakbah. Baik untuk salat maupun tawaf. Aturan ini sudah sejak sekitar tiga atau lima tahun. Saya sudah pernah mengalami -- dilarang ke area Kakbah saat hendak tawaf wada.

Untuk yang tidak pakai pakaian ihram tawafnya harus di lantai dua, tiga, atau di rooftop. Pak Bambang dan istri pun salat di lantai dua.

Kami hanya punya waktu tiga jam di Makkah. Harus balik ke Jeddah. Masalahnya: kini sudah ada Warung Madura di Makkah. Kami pun ke sana. Kali pertama. Ke Warung Madura Bu Risma. Warung baru. Letaknya di satu ruangan di belakang lobi sebuah hotel.

Kami makan siang di situ. Pesan bebeMadura. Nasi campur. Kue-kue. Cendol dawet.

Laris. Bu Risma sudah punya dua warung seperti itu di Makkah. Kabarnya segera buka cabang di Jakarta.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan