Erros Kanan

Erros Djarot (kanan) memperlihatkan sebuah halaman surat kabar pada Megawati. Foto ini disebutkan Megawati datang ke kantor media Detik.----

"Ajudan'' istimewa Megawatilah yang disebut sebagai pemisahnya: Taufiq Kiemas –suami Megawati saat itu.

Akses Erros ke Mega langsung diputus. Mega, menurut buku itu, sadar akan situasi baru itu, tapi tidak bisa mengubahnya.

Padahal sebelum itu Mega selalu konsultasi dengan Erros. Dalam komunikasi itu nama Erros disamarkan dengan kode Si Kumis –agar tidak diendus intelijen penguasa. Yang dimaksud Si Kumis tentu Erros meskipun Slamet Umar juga berkumis yang sangat mirip.

Tidak hanya Erros dan Laks yang tersisih dari dunia baru Megawati. Pun Kwik Kian Gie. Kabinet Presiden Megawati, tulis Laks, justru dipercayakan pada kelompok "Mafia Berkeley-nya Orde Baru" –yang dulu memusuhi mereka.

Erros memperjuangkan awal kebangkitan Megawati juga lewat media. Dan sekali menjadi orang media, Erros juga luar biasa: mendirikan tabloid Detik. Khusus membahas politik –justru di saat bicara politik masih sensi. Ia berani melawan arus. Sukses besar. Oplahnya terbesar. Lalu dibredel bersama TEMPO dan Editor.

Di kemudian hari, nama Detik dipakai untuk Detik.com. Yakni ketika mantan pemimpin redaksi tabloid Detik Budiono, mendirikan Detik.com. Sukses. Pun secara finansial. Ketika nama Detik.com sudah sangat besar Budiono menjualnya ke grup Chairul Tanjung. Tetap terbesar. Pun secara komersial.

Satu-satunya yang Erros terjuni dan tidak sukses adalah ketika mendirikan partai politik sendiri: Partai Nasionalis Bung Karno (PNBK). Atau nama resminya Partai Nasional Banteng Kemerdekaan. Banyak aktivis tergabung ke partai itu. "Aktivis binaan saya pun banyak yang ke PNBK," tulis Jumhur Hidayat di bagian lain buku ini.

Maka Erros seperti tersingkir dua kali: dari PDI-Perjuangan dan dari perpolitikan pada umumnya. Penyebabnya sama: permainan uang. Partainya gagal lolos ke Senayan karena kalah dengan permainan uang dalam bisnis suara di Pemilu. Secara pribadi ia ''kalah'' di PDI-Perjuangan karena satu konglomerat tidak suka Erros berpengaruh atas Megawati dan partai politik.

Erros digambarkan oleh Butet Kartaredjasa sebagai pejuang ideologi Marhaenis sejati. Sukarnois yang Marhaenis.

Butet sendiri mengaku juga bermarhaen dari mentor yang sama dengan Erros: Bagong Kussudiardjo, bapaknya yang juga Marhaenis.

Sebagai Marhaenis sejati, Erros sampai masa tuanya sekarang ini masih ikut terjun ke lapangan. Lihatlah kiprahnya dalam membela rakyat di kasus Pantai Indah Kapuk (PIK-2).

Tentu saya baca juga tulisan para mantan awak Detik. Sastrawan terkemuka AS Laksana ternyata pernah jadi penulis pemula di media itu.

Seperti umumnya tokoh politik, Erros juga rajin membina kader. Arif Afandi, mantan pemred Jawa Pos, menjadi saksinya.

Saat Arif masih berkantor di Yogyakarta, Erros selalu ke kantornya. Diskusi apa saja dengan anak-anak muda di Yogyakarta. Arif memberikan gelar ke Erros sebagai ''kakak pembina''.

Hubungan dekat itu yang membuat Arif bisa jadi saksi: betapa Erros berperan besar menjadikan Megawati kali pertama sebagai ketua umum PDI. Yakni di Kongres PDI di Surabaya –yang oleh penguasa saat itu dianggap illegal.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan