Cuaca Tak Menentu, Petani di Martapura OKU Timur Optimis Garap Sawah

PETANI MEMBAJAK SAWAH -- Petani di Martapura tetap menggarap sawah di tengah musim kemarau basah, memanfaatkan sisa hujan untuk menjaga ketahanan pangan keluarga.--
BACA JUGA:Polres OKU Timur Gelar Gerakan Pangan Murah, Bantu Masyarakat Penuhi Kebutuhan Pokok
BACA JUGA:Pemkab OKU Timur Gelar Rapat Persiapan MTQ
Ia juga menyampaikan, harga gabah kering panen yang saat ini berada di kisaran Rp 6.400 per kilogram menjadi alasan kuat baginya untuk terus bekerja di sawah.
“Sayang kalau tidak dimanfaatkan. Memang pupuk subsidi yang saya dapat cuma sepasang dari kelompok, padahal untuk seperempat hektare saja idealnya tiga pasang, apalagi sawah saya ini tadah hujan,” ujarnya. Nuraini juga berharap pembagian jatah pupuk di kelompoknya bisa dirombak agar lebih adil bagi petani.
Sedangkan di Desa Bukit Napuh, Ariabima menilai gairah bertani justru meningkat, terutama dengan harga gabah yang kini mencapai Rp 6.500–Rp 6.800 per kilogram.
Bahkan, petani yang biasanya menanam padi dua kali setahun kini berani tiga kali. “Sekarang pupuk subsidi lebih mudah didapat dibanding tahun-tahun sebelumnya,” katanya.
Namun, Ariabima mengingatkan ancaman serius dari hama wereng dan penyakit patah leher yang makin kebal terhadap obat.
“Harga tinggi tapi kalau hama merajalela, petani tetap rugi. Sudah ada yang gagal panen karena serangan hama,” jelasnya.
BACA JUGA:HKG, Ketua TP PKK Serahkan Bantuan Program Bedah Rumah
BACA JUGA:Kapolres OKUT Beri Himbauan Kamtibmas, Waspada Curanmor
Ia berharap ada kolaborasi antara petani, pemerintah, dan pihak terkait untuk mencari solusi efektif.
"Kami sudah sangat bersyukur dengan kebijakan Kementerian Pertanian saat ini namum kami tetap berharap untuk solusi untuk penanggulangan hama yang sekarang makin beradaptasi dengan obat obat dan jika tidak ada kolaborasi maka petani dapat mengalami gagal panen," ujarnya.
Dan hal tersebut sudah terjadi dan dialami beberapa petani hingga hasilnya menurut drastis.
"Jadi harga tinggi tapi hama merajalela maka petani tetap merugi," pungkasnya.
Di balik segala tantangan, semangat petani di Martapura untuk tetap mengolah sawah menunjukkan satu hal bagi mereka, bertani bukan sekadar pekerjaan, melainkan menjaga ketahanan pangan keluarga dan daerah.