Beijing Amerika

Catatan dahlan Iskan--
Akhirnya pilihan jatuh ke Cathay –yang lewat Hong Kong. Hampir Rp 10 juta lebih murah. Cepat-cepat saya putuskan. Kalau cari-cari terus keburu harganya naik lagi.
Setelah keputusan dibuat rasanya lega. Rasanya seperti baru saja berhasil membuat langkah penghematan yang besar.
Padahal selisih Rp 10 juta itu belum tentu riil. Pesawat dari Beijing terbangnya sore. Tiba di Hong Kong sudah pukul 20.00. Sedang pesawat Hong Kong ke New York masih besoknya, tengah hari.
Tidak masalah. Saya bisa tiduran di business lounge Cathay. Toh enak sekali. Luas. Makanan apa saja ada. Mulai mie wonton sampai nasi goreng.
Apalagi jenis minumannya. Banyak banget –meski akhirnya hanya minum air putih hangat.
Ada Wi-Fi. Banyak sofa, kursi untuk tiduran, kursi bar. Bisa mandi. Kamar mandinya banyak. Lengkap dengan peralatan mandi sampai handuknya.
Satu malam di situ tidak akan terasa. Paginya bisa mandi lagi. Toh hanya membawa satu tas kecil.
Memang ada hotel di dekat bandara. Regal. Tinggal jalan kaki. Tapi harus pasporan. Juga harus bayar. Padahal sudah telanjur bangga baru saja bikin keputusan besar telah berhasil menghemat Rp 10 juta.
Ternyata, setelah mandi malam, saya baru tahu lounge itu tutup pukul 01.30. Baru akan buka lagi pukul 05.00.
Setelah makan-makan saya lihat jam di HP: sudah pukul 23.00. Tidak berani tidur lesehan di kursi. Khawatir keterusan. Ya sudah, menulis naskah untuk Disway saja.
Setelah ''terusir'' di pukul 01.30 saya ke ruang tunggu di dekat gate. Ada ratusan kursi yang kosong. Bisa sandaran di kursi di ruang tunggu ekonomi. Toh banyak juga penumpang yang senasib. Bahkan beberapa wanita bule tidur di lantai dengan pulasnya. Lantai karpetnya tebal.
Walhasil satu malam suntuk tidak bisa tidur. Baru untung Rp 10 juta, sudah rugi entah berapa juta –kalau saja jatuh sakit.
Pukul 05.30 balik lagi ke business lounge. Mandi. Sarapan. Killing time. Tahan kantuk. Toh akan 15 jam di dalam pesawat. Bisa balas dendam tidur pulas di pesawat –tanpa takut diusir keluar. Makanya saya sarapan dengan kenyangnya. Mumpung gratis. Perasaan saya itu gratis. Padahal sudah include di dalam tiket. Dengan sarapan kenyang saya bisa berpesan ke pramugari: kalau tertidur jangan dibangunkan –untuk makan.
Saya pun tidur pulas. Sampai mimpi betapa hebat penghematan Rp 10 juta yang bisa saya lakukan. Jangan-jangan saya tersenyum-senyum saat mimpi itu.
Bangun tidur saya ingat: belum memilih komentar pilihan. Padahal batas waktunya sudah mepet. Rasanya saat itu posisi pesawat sudah di atas Rusia timur.