Istri Sekampung

Catatan dahlan Iskan--

Cita-citanya tinggi: masuk MIT di Amerika. Papa-mamanya pun mendorongnya menjadi yang terbaik. Tapi masuk MIT mahal. Adi cari yang gratis: Jerman. Modalnya: nilai SMA Adi yang istimewa. Juga satu tiket pesawat untuk berangkat tanpa tiket pulang.

Cerita setelah itu Anda bisa pindah ke podcast.

Kami pun tiba di Greensburg. Maya sibuk di dapur. Suami Maya, bule Indiana, sampai ikut jadi pelayan. Banyak tamu di Sabtu petang itu.

Kami makan sate ayam, nasi, gado-gado, dan rendang. Ternyata Maya menyajikan juga steak daging dari peternakannya sendiri. Steak ukuran Amerika. Lezat. Habis.

Sebelum pulang Adi membeli keripik tempe. ''Maya Tempeh''. Tempenya buatan Maya sendiri. Kedelainya dari ladangnya sendiri.

Adi membawa keripik itu ke Indianapolis. Tidak hanya Adi. Pengunjung resto yang lain juga banyak yang pulang bawa keripik.

Saya berjanji menemui Adi di arena balap. Tiket saya jenis yang bisa masuk ke paddock.

Balik ke Indianapolis saya mencoba bicara pakai bahasa Mandarin dengan Adi. Gagal. Ternyata Adi tidak bisa berbahasa Mandarin.

Adiknya yang bisa. Sang adik juga lulusan Jerman. Arsitek. Kini bekerja di BMW. Sang adik beberapa tahun terakhir tinggal di Shenyang, ibu kota Liaoning. BMW lagi bangun pabrik di Shenyang. Proyek selesai balik ke Jerman.

Kenapa tidak bisa Mandarin? "Saya sudah generasi keenam," katanya. "Nama Tionghoa saya pun baru dicarikan saat mau menikah. Itu pun karena diharuskan," ujar Adi.

"Istri orang Amerika?"

"Arek Suroboyo juga," katanya. "Mama saya sampai bilang, disekolahkan jauh-jauh dapat istri sekampung juga".(Dahlan Iskan)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan