Rupanya IndoBharat mengasuransikan tagihannya ke Sritex. Ketika Sritex tidak mampu bayar, asuransi itulah yang membayar.
Begitu tidak lagi menerima cicilan IndoBharat marah. Bahwa sudah menerima pembayaran dari asuransi itu urusan internal IndoBharat. Yang mengasuransikan tagihan adalah IndoBharat. Bukan Sritex.
Sritex ternyata tidak hanya menghentikan cicilan ke IndoBharat. Sritex juga menggugat IndoBharat.
Maka IndoBharat kian marah. Perusahaan India itu pun ambil jalan pintas: mengajukan gugatan pailit ke pengadilan. Alasannya sangat kuat: Sritex gagal menjalankan kewajibannya sesuai dengan homologasi.
Dengan alasan itu pengadilan dengan mudah dan cepat menjatuhkan putusan: Sritex pailit.
Begitulah memang hukumnya. Ketika homologasi gagal dipenuhi sanksinya langsung pailit.
Sritex mencoba kasasi ke Mahkamah Agung. Pemerintah seperti simpati pada Sritex. Tapi pemerintah memang tidak bisa mencampuri urusan ini.
Dengan mudah MA pun menolak kasasi itu.
Selesai. Sritex pailit. Final. Pemilik lama kehilangan pabrik tekstil raksasa dengan aset Rp 30 triliun.
Kini terserah kurator sebagai pemilik baru: akan dikemanakan Sritex.
Mungkin dilelang. Hasil lelang dibagi secara proporsional kepada kreditor. Kurator bisa dapat bagian 5 persen dari hasil lelang.
Maka cepat-cepatlah bersiap untuk ikut lelang. Mumpung harganya pasti terjun bebas. Perusahaan senilai Rp 30 triliun itu mungkin bisa Anda beli hanya dengan Rp 5 triliun. Anda sudah untung Rp 25 triliun --di atas kertas.
Anda juga bisa membelinya dengan harga lebih murah. Caranya: Anda lebih tahu. Saling senyumlah kepada sesama peminat lelang. Jangan ada yang menawar di atas Rp 3 triliun. Siapa pun yang menang Anda akan dapat "uang mengalah".
Katakanlah laku Rp 3 triliun. Lima persennya sudah sekitar Rp 150.000.000.000. Dibagi empat orang. Satu kurator dapat Rp 40 miliar. Pengacara mana yang tidak ngiler untuk jadi kurator.
Belum lagi kalau bisa laku Rp 10 triliun. Atau setidaknya Rp 5 triliun.
Itu rezeki orang. Janganlah suka menghitung rezeki orang. Kecuali akan ikut kebagian.(Dahlan Iskan)