Teman-teman Anda pun dapat waktu "mejeng" 45 menit. Di Shenzhen. Kemarin.
Saya pun diminta tampil di panggung. Di arena pameran makanan dan minuman terbesar di Tiongkok ini. Di situ kami bisa promosi Indonesia.
Di podium saya tidak berpidato. Saya memilih mengundang lima pengusaha untuk ikut naik panggung.
Mereka saya perkenalkan satu per satu. Apa saja usaha mereka. Sayang waktu tidak cukup untuk memperkenalkan 38 orang anggota rombongan.
Siapa saja yang saya tampilkan Anda sudah bisa menebak: pengusaha algae spirulina dari Sukoharjo Solo itu.
Harapan saya: Tiongkok mulai mengenal rintisan Indonesia di bidang ini. Lalu ikut memasarkannya di Tiongkok.
Yang kedua: Jenny Widjaja, si perintis mi dari sagu. Bebas gluten. Saya bingung: apa bahasa Mandarinnya sagu. Saya buka kamus. Tidak ketemu.
Saya pun berharap Jenny bisa merintis pasar di Tiongkok: sagu Papua tidak akan bisa diproduksi Tiongkok.
Lalu saya tampilkan anak muda bernama Yuda Teguh. Dari Surabaya. Pengusaha tepung ikan terbesar Indonesia.
Saya berharap Yuda membuat variasi: produksi tepung tulang ikan yang punya harga lebih tinggi.
Di forum itu hadir pula manajer dari TikTok. Ia jadi pembicara setelah saya.
Yuda pun senang berkenalan dengannya. Yuda lagi merintis usaha baru di bidang emas. Anak usaha TikTok berada di dalamnya.
Tentu saya juga menampilkan Goenawan Khoe Teng Gwan. Si produsen kerupuk udang dari Semarang (Tembus Kerupuk).
Di sela-sela pameran makanan dan minuman ini memang banyak forum seminar. Semua pakai bahasa Mandarin. Asosiasi kelapa sawit Indonesia juga dapat panggung di situ: keesokan harinya.
Saya sengaja tidak mempromosikan Indonesia secara umum. Lebih baik biar orang Tiongkok yang memperkenalkan Indonesia, sesuai dengan persepsi mereka.