Belakangan Kompas mengumumkan hasil survei terbaru. Calon A tidak lagi unggul. Bahkan terancam gagal masuk putaran dua. Maka caci-maki dialamatkan ke Kompas. Berbagai tuduhan pun disasarkan ke Kompas.
Termasuk tuduhan ke pemimpin redaksi Kompas. Padahal dalam hal survei seperti itu pasti Pemred Harian Kompas tidak ikut campur.
Sampai-sampai ditelusurilah latar belakang keluarga Ninuk. Juga asal-usulnyi. Bahwa dia adalah anak Moerdiono, mensesneg di masa kediktatoran Orde Baru. Bahwa suaminyi adalah salah satu pengurus pusat Partai Gerindra.
BACA JUGA:Rektor Tengah
Saya tentu tahu dalamnya Harian Kompas. Juga tahu prinsip jurnalismenya yang independen. Caci maki ke Ninuk itu menandakan betapa akal sehat sudah dikalahkan di masa menjelang Pilpres.
Padahal Ninuk sendiri sudah bukan Pemred Harian Kompas. Sudah sejak tiga tahun lalu Pemred Harian Kompas dijabat Sutta Dharmasaputra.
Tentu ada alasan lain saya tidak menulis jalannya debat Capres: sudah begitu banyak yang menulis. Sesuai dengan versi masing-masing.
Mungkin Jumat malam nanti saya diserang gatal lagi. Ketika para cawapres debat di TV. Apalagi ada wajah muda di situ. Bagaimana Gibran menghadapi pakar hukum sekelas Prof Dr Moh Mahfud Md.
Tapi sudah saya putuskan tidak menggaruknya.