Tenda VIP yang dipakai para menteri di Magelang itu bikinan PT Sritex Solo. Demikian juga baju dorengnya.
Semua menteri kelihatan gagah. 200 persen lebih gagah dari aslinya. Bahkan untuk Menteri ESDM Bahlil Lahadalia lebih gagahnya mencapai 500 persen.
Dengan seragam militer itu Bahlil memang jadi pusat perhatian. Kamera banyak mengarah padanya. Anak buahnya yang sering operasi siluman di lapangan tentu bangga karena bosnya pakai baju tentara.
Yang juga jadi pusat perhatian adalah perusahaan pembuat tenda dan baju doreng itu: PT Sritex. Perusahaan tekstil terbesar Indonesia itu baru saja diputuslan pailit oleh pengadilan.
Ini ujian berat kedua bagi Iwan Lukminto, generasi kedua kerajaan bisnis Haji Lukminto, almarhum, seorang mualaf Tionghoa dari Solo.
Sritex sebenarnya berhasil lolos dari lubang jarum tahun lalu. Atau awal tahun tadi.
BACA JUGA:Tegak Lurus
BACA JUGA:Kemenkeu Satu
Tahun lalu Sritex digugat pailit oleh krediturnya. Sritex mengalami kesulitan membayar utang. Nilai utangnya sangat besar untuk ukuran Madison sekali pun: sekitar Rp 16 triliun.
Ketika gugatan pailit itu disidangkan di pengadilan, putusannya: homologasi. Mirip dengan hasil sidang kepailitan Garuda Indonesia.
Dengan homologasi --semacam perdamaian berdasar putusan hakim di pengadilan-- itu Sritex sebenarnya sudah lolos dari lubang jarum. Tidak jadi pailit.
Di persidangan itu, semua pihak yang punya tagihan ke Sritex harus mendaftar: berapa tagihannya dan kapan jatuh temponya. Sritex memeriksa tagihan itu. Benar atau salah. Antara penagih dan Sritex berdebat di depan hakim. Ada tagihan yang diakui dan ada yang tidak diakui.
Hakim melihat perdebatan itu. Lalu membuat putusan: tagihan mana saja yang harus diakui.
Berdasar putusan hakim kepailitan itu sebanyak 200 kreditur dinyatakan sah punya tagihan. Jumlah total tagihan mereka sekitar Rp 16 triliun.
Salah satu kreditur itu adalah PT Indo Barat. Ini perusahaan India di Indonesia. Tagihan Indo Barat ke Sritex sebesar Rp 60 miliar.