Kalau terjadi perang besar antara Taiwan-Tiongkok, Ningbo berada di lingkaran satu wilayah perang.
Di Ningbo, Seto rapat dengan perusahaan ''wait and see'' lainnya: perusahaan tekstil.
Seto terkesan dengan calon investor ini. Pabrik tekstilnya terintegrasi secara vertikal.
"Mirip dengan Sriteks Solo yang kini lagi kesulitan besar itu?" tanya saya dalam hati. Tentu Seto tidak mendengar pertanyaan saya itu.
Saya tahu jawab Seto: tidak sama. Saking terintegrasinya perusahaan tekstil Ningbo ini sampai menyuplai kebutuhan pabrik-pabrik besar Amerika-Eropa seperti Nike, Adidas, Puma dan Uniqlo.
"Ia jadi seperti Foxconn-nya Apple," ujar Seto.
Kesan mendalam lainnya: chairman perusahaan itu sangat humble dan sederhana. "Kalau kita ketemu di jalan, kita tidak akan mengira kalau orang ini punya kekayaan sekitar Rp 102 triliun," ujar Seto. Angka itu ia dapat dari Forbes.
Seto bertemu langsung dengan sang chairman. Rapatnya dua jam. Satu jam lagi untuk meninjau pabrik.