Batalyon Ternak

Senin 24 Nov 2025 - 11:33 WIB
Reporter : Yogi
Editor : Yogi

Wemena perlu disiapkan penataannya sejak dini. Mumpung belum telanjur ruwet seperti Sentani. Masih bisa ditata tanpa gejolak. Mumpung belum terlalu telat.

Mobil kami terus menyusuri kota. Saya lihat ada salib dalam ukuran besar. "Lewat sana," pinta saya menunjuk ke salib.

"Itu tugu salib," ujar sahabat Disway.

Terlihat tugu salib itu dipagari tinggi. Pekarangannya seluas sekitar 60 x 60 meter.

"Bolehkah saya masuk ke dalam pagar? Ingin lihat dalamnya," pinta saya.

"Lokasi ini belum dibuka. Belum boleh dimasuki," katanya. "Tugu salib ini bermasalah," tambahnya. "Kepala PU dan kontraktornya masuk penjara".

"Oh...".

"Berapa biaya proyek tugu salib ini?"

"Rp 10 miliar".

Sudah lebih lima tahun tugu salib itu dibangun. Sebagai calon ikon kota, rasanya nanggung. Kurang tinggi. Hanya enam meter. Juga kurang diangkat ke atas. Lokasinya juga hanya di sebuah kapling rata yang tidak luas. Tidak akan bisa disebut taman kota yang memadai.

Rasanya kantor gubernur yang baru nanti yang akan jadi ikon kota Wemena. Untuk membangunnya sudah banyak batu di sana. Hanya saja semennya tetap harus diterbangkan dengan pesawat. Harga satu sak semen antara Rp 450.000 sampai Rp 550.000 di Wamena.

Rasanya di antara 100 batalyon, baru batalyon yang di Wamena-lah yang perannya akan paling besar.

Batalyon baru itu, Anda sudah tahu: dinamakan Batalyon Teritorial Pembangunan. Disingkat BTP. Anda mudah mengingatnya: mirip singkatan nama Ahok.

Batalyon BTP punya resimen-resimen khusus: resimen ternak, resimen ikan, resimen tani, dan resimen kesehatan. Tugas tempurnya hanya ada di satu resimen. Satu resimen lagi adalah resimen zeni –yang mengerjakan konstruksi.

Di Wamena resimen ternak pastilah akan membuat ternak-ternak ayam yang akan membuat provinsi Papua Pegunungan tidak perlu lagi menerbangkan ayam dari Jawa. Resimen itu juga bisa  menyiapkan rakyat bagaimana agar bisa beternak babi secara komunal. Dua jenis ternak ini saja, kalau sukses, sudah akan bisa 'menaklukkan' semua hati rakyat Papua Pegunungan. Sekarang ini memang keterlaluan: harga babi sampai Rp 50 juta/ekor.

Jangan lupa, seperti diingatkan antropolog setempat, Theo Kossay, pendekatan antropologinya.

Kategori :