Beras Bantal

Sabtu 23 Aug 2025 - 09:29 WIB
Reporter : Yogi
Editor : Yogi

Beras, ekonomi, politik.

Campur jadi satu. Kapan pun. Juga sekarang ini.

Kadang beras, ekonomi, politik seiring sejalan. Kadang tabrakan. Waktu mereka seiring, petani bisa tersenyum-senyum. Waktu mereka tabrakan, petani yang meringis.

Anda sudah tahu: sekarang sedang terjadi paradoks. Stok beras nasional luar biasa besar. Terbesar dalam sejarah Republik Indonesia. Pemerintah dengan bangga mempublikasikan sejarah baru itu. Sukses besar.

Paradoksnya: harga beras justru naik. Menteri Pertanian Amran Sulaiman diberitakan marah-marah. Berarti ada kesalahan di logistiknya. Stock yang tinggi itu tidak mengalir lancar ke pasar-pasar.

Lalu beredar di medsos: satgas pangan harus segera bergerak. Mekanisme pasar dianggap tidak jalan. Sudah waktunya pakai mekanisme ”tekanan”. Maka beredarlah instruksi dari pusat: agar satgas pangan di seluruh daerah bergerak.

Inilah isi komando itu. Saya mendapatkannya dari Prof Dr Dwi Andreas Santosa. Anda sudah tahu Prof Andreas: guru besar paling vokal di soal pertanian. Utamanya perberasan.

Komando pertama: agar satgas daerah memanggil produsen dan distributor beras. Tujuannya: agar mereka membuat surat pernyataan komitmen di dua hal. Yakni: membeli gabah kering panen (GKP) di petani dengan harga 6.500/kg. Lalu, menjual hasil produksi sesuai HET (premium/medium). Anda sudah tahu berapa HET untuk kemasan lima kilogram.

Komando kedua: agar satgas daerah mengecek seluruh merek yang diproduksi para produsen dan distributor yang sudah menandatangani komitmen tersebut. Hasil pengecekan  direkap dan dilaporkan ke Satgas Pangan Pusat paling lambat setiap pukul 17.00.

Langsung saja harga beras turun. Sedikit. Beras premium, kemarin turun jadi Rp 14.700. Di Jakarta. Itu bahkan di bawah harga eceran tertinggi. Di tingkat petani lebih rendah lagi: Rp 12.200/kg.

Prof Andreas pun meradang. "Duh Gusti kok jadinya begini," ujarnya. "Petani baru saja agak senang sudah kepukul harga jatuh," tambahnya.

Di tingkat petani harga gabah kering panen memang tinggal di bawah Rp 6.500/kg. Padahal saat ini lagi panen raya. Di mana-mana. Panen tidak bisa ditunda --menunggu harga membaik.

Begitulah ketika harga turun petani yang kalah.

Harga beras memang sensitif terhadap indikator di ”dashboard” ekonomi: inflasi bisa naik.

Petani pun biasa dijadikan bantal yang empuk untuk mengendalikan dashboard inflasi.

Kategori :